Ratnawati menggandeng para tunarungu untuk membuat aneka kerajinan



Di bawah bimbingan Ratnawati Sutedjo, para tunarungu berkreasi menciptakan aneka kerajinan. Mulai dari alat peraga cerita, boneka, tas, hingga tempat tisu. Pesanan pun banyak mengalir ke mereka, baik perorangan maupun perusahaan.

Ratnawati terus mencari para tunarungu untuk diajak bergabung dan berkarya dalam Yayasan Precious One (P-One) yang didirikannya. Tak pernah terlintas di benak Ratnawati Sutedjo untuk membagi hidup kepada para tunarungu, sampai ia sadar bahwa hidupnya berarti bagi banyak orang.Cerita berawal saat Ratnawati mengidap hepatitis A pada 2001. Selama dua tahun ia istirahat total, tidak bekerja. Di tengah sakitnya itu, ia terpikir bahwa dirinya butuh orang lain. "Saya merasa tidak berguna. Duduk saja selama 15 menit saya tidak bisa, ingin tidur lagi. Saat itu, saya berpikir bagaimana dengan orang-orang berkebutuhan khusus," papar perempuan kelahiran Semarang, Jawa Tengah ini. Selama merenung, Ratnawati berniat membagi kemampuannya kepada orang-orang berkebutuhan khusus. Karena tertarik dengan bahasa isyarat, ia memfokuskan diri untuk membagi apa yang ia punya kepada para tunarungu. "Pertama kali, saya pikir saya harus bisa berkomunikasi dengan mereka," katanya.Ratnawati kemudian belajar bahasa isyarat selama dua tahun kepada Baron Sastradinata, bekas diplomat di Kedutaan Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Ketika belajar, Ratnawati bertemu seorang perempuan tunarungu. Wanita ini lulus sekolah luar biasa tapi belum juga mendapat pekerjaan. Lantas, ia kembali bersua dengan tunarungu lain, kali ini seorang pemuda.Keduanya berbincang soal nasib si pemuda yang berkali-kali ditolak perusahaan saat melamar pekerjaan. "Saya sedih sekali. Mengapa dia tidak diberi kesempatan kerja? Itulah yang semakin mendorong saya untuk membantu para kaum tunarungu," ujar Ratnawati.Pikir punya pikir, Ratnawati akhirnya berniat menciptakan lapangan kerja bagi para tunarungu. Dia ingin membagikan kemampuannya membuat bermacam kerajinan kepada mereka. Lalu, Ratnawati mengajak para tunarungu yang pernah ia jumpai. Dia mengajari mereka membuat kartu ucapan dari kain.Ide ini didapatnya saat pergi ke Pasar Senen untuk membeli karpet plastik pesanan bosnya. "Di depan toko karpet plastik, saya lihat toko kain jok kursi. Ada banyak kain beraneka warna dan motif. Saya datangi dan diberi dua dus besar sisa kain oleh pemilik toko, gratis," papar Ratnawati.Tidak hanya kartu ucapan, Ratnawati juga mengajari mereka membuat jepit rambut, dompet, sarung bantal, penutup galon air, boneka jari, dan pelbagai kantong. "Saya menjual karya mereka ke kawan dan kerabat, ternyata responnya bagus," imbuh Ratnawati. Tapi, sejak 2005, Ratnawati mengajak kawan-kawan tunarungunya untuk fokus membuat alat peraga cerita dan buat berhitung. Berbahan kain flanel, para tunarungu membuat alat bantu cerita dan untuk berhitung bagi anak-anak sekolah. Mereka berada di bawah bendera Yayasan Precious-One (P-One). Rupanya, banyak orang yang kagum dengan karya-karya P-One. Beberapa orang menyarankan agar para tunarungu juga membuat tas dan bingkai foto. Bingkai-bingkai foto ini juga berbahan flanel berhiaskan sulam. "Pesanan mengalir deras. Ada pesanan untuk pesta pernikahan, acara perusahaan, dan acara keluarga," kata Ratnawati. Ia membanderol beraneka produk kerjainan P-One mulai dari harga Rp 6.000 sampai Rp 350.000. Ratnawati mencatat, karya yang paling banyak dipesan yakni tas dan tempat tisu. Saat ini saja, Ratnawati tengah mengerjakan ribuan pesanan dari sebuah perusahaan berupa tas, alat permainan, dan tempat tisu.Di tangan 33 tunarungu, karya-karya itu tercipta. Produk-produk kerajinan mereka juga dapat ditemui di ruang pamer di Sunter Garden, Jakarta Utara.Pada 4 Januari lalu, P-One pindah ke kawasan ini. Sebelumnya, P-One berada di Permata Buana, Jakarta Barat. Ratnawati bilang, penghasilan penjualan karya-karya P-One kemudian digunakan untuk biaya operasional dan sumbangan bagi keluarga para tunarungu.Para tunarungu yang bernaung di P-One berusia antara 20 tahun sampai 38 tahun. "Paling tua tunarungu asal Kupang. Cara dia berkomunikasi masih kurang bagus," beber Ratnawati.Menerapkan cara berkomunikasi yang baik antar-tunarungu merupakan pekerjaan utama Ratnawati saat mendidik mereka. "Saya keras dalam mendidik dan mengajari mereka, agar mereka paham cara berkomunikasi dan etika bekerja,” kata Ratnawati.Saat ini, P-One punya satu divisi baru melengkapi dua unit lama. Divisi baru itu yaitu, Temui Paper Craft. Divisi yang dipimpin Agus Winarto ini khusus membuat boneka tiga dimensi.Divisi yang sudah lebih dulu adalah The Silent Art dan Dancing with Heart. The Silent Art adalah divisi kerja untuk pewarnaan batik. Ratnawati bekerjasama dengan seorang pembatik untuk mengajari para tunarungu. Adapun Dancing with Heart merupakan divisi pelatihan tari. Kehadiran divisi baru dan derasnya pesanan membuat Ratnawati berupaya mencari tunarungu lain untuk berkarya di P-One. Di usianya yang ke 37 tahun, Ratnawati masih berkeinginan kuat mengumpulkan lebih banyak tunarungu untuk bergabung di P-One. Ia ingin para tunarungu bisa membagi kemampuan lewat buah karya mereka kepada orang lain.Keinginan Ratnawati agar para tunarungu mandiri tidak hanya diterapkan pada diri penderita tunarungu. Ia juga tidak pernah mencari seorang sponsor pun bagi yayasannya. "Kami hanya punya seorang donatur tetap. Itu pun dia yang menawarkan diri," kata Ratnawati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi