Ratusan miliar dana investor mengalir deras ke startup kopi



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Konsumsi kopi di Indonesia terus meningkat, dan para perusahaan rintisan (startup) kedai kopi mengambil keuntungan dari tren ini. Di balik itu, ada peranan investor besar yang rela keluarkan kocek fantastis untuk mencicipi gurihnya bisnis kopi.

Berdasarkan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan bahwa sampai 2016 konsumsi kopi nasional sekitar 250.000 ton, naik 10,54% secara tahunan. Diperkirakan konsumsi kopi sepanjang tahun 2016 – 2021 tumbuh rata-rata 8,22% per tahun.

Baca Juga: Laba Askrindo Syariah tumbuh 85,8% menjadi Rp 26,17 miliar di kuartal III 2019


Dengan potensi itu, perusahaan modal ventura berani jor-joran memberikan pendanaan ke startup kedai kopi di Indonesia. Ambil contoh saja, Fore Coffee dan Kopi Kenangan mendapatkan pendanaan berjumlah fantastis hingga ratusan miliar.

Pada Januari 2019, Fore Coffe raih dana segar sebesar Rp 127 miliar dari East Ventures, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, Insignia Ventures Partners dan lainnya.

Sedangkan Kopi Kenangan mendapatkan suntikan dana sebanyak dua kali, Alpha JWC Venture Rp 121,6 miliar (2018) dan Sequio India Rp 282 miliar (2019).

Pendanaan fantastis ke startup kopi memang mengejutkan. Bagaimana, perusahaan kopi yang baru merintis dipercayai untuk mengelola dana begitu besar. Tapi itu semua tidak mengherankan, ketika kopi menjadi tren dan investor lebih mempercayai kedai kopi kekinian yang mengandalkan pemasaran lewat teknologi.

Baca Juga: Industri mamin domestik siap unjuk gigi di SIAL Intefood 2019

Startup kedai kopi menggaet loyalitas pelanggan melalui aplikasi seluler, di mana proses pembelian kopi dengan membuka aplikasi di ponsel, memilih menu kemudian melakukan pembayaran. Dengan begitu, kehadiran teknologi telah memberikan kemudahan, kecepatan serta kenyamanan mereka untuk berbelanja.

East Ventures yang merangkap sebagai investor sekaligus pendiri Fore Coffe menyadari betul pentingnya teknologi lewat penggunaan aplikasi.

Sebegitu pentingnya, sebagian dana segar yang mereka peroleh digunakan untuk mengembangkan teknologi aplikasi. Menurut Partner East Ventures Melisa Irene, melalui kehadiran aplikasi itu pemesanan kopi ke pelanggan jauh bisa lebih mudah.

Baca Juga: Pasar syariah kini mulai jadi incaran para UMKM lokal

“Tentunya Fore coffee adalah wujud rupa dari matangnya digital ekosistem di Indonesia. Sekarang order ready to drink item sudah bisa melalui aplikasi, bisa order dan bayar dulu, kemudian di pick up setelah jadi, bisa juga langsung di antar ke lokasi,” kata Melisa.

Dari ratusan ribu gelas yang terjual tiap bulan, 75% pemesanan kopi melalui aplikasi. Berkat aplikasi, dalam waktu lima bulan berdiri, Fore Coffee berkembang menjadi 16 gerai dan telah mengantarkan 100 ribu cangkir setiap bulannya.

Tahun ini saja, pihak Fore menargetkan pendirian 185 gerai yang tersebar di kota-kota, dan saat ini sudah terealisasi 87 gerai.

Kopi Kenangan tak mau kalah. Kedai kopi yang didirikan Edward Tirtanata ini bahkan mampu menjual 2 juta gelas kopi per bulan. Penjualan terbesar masih dari gerai yaitu melebihi 50%, sementara sisanya lewat aplikasi. Jika mematok harga terendah Rp 18.000, Kopi Kenangan bisa punya omzet Rp 36 miliar per bulan. Sekarang Kopi Kenangan telah memiliki 131 gerai di kota - kota besar di Indonesia.

Baca Juga: Laba usaha burger masih menggigit

Jumlah gerai Kopi terus meningkat, bahkan di tahun 2021, Kopi Kenangan berambisi mempunyai hingga 2000 gerai di seluruh Indonesia. Itu belum termasuk, rencana kedai kopi kekinian ini untuk ekspansi bisnis ke Asia Tenggara, seperti Malaysia, Thailand dan Filipina pada 2020.

Kunci bisnis Edward adalah bagaimana menggunakan teknologi untuk mengetahui kebiasaan pelanggan dengan menganalisa daftar histori pembelian mereka. Dari situ, Kopi Kenangan mengetahui apa saja produk yang dibutuhkan dan kemudian ditawarkan kembali ke pelanggan.

“Jadi sangat penting kita berada di mana-mana karena pelanggan mementingkan kenyamanan ketika membeli kopi mereka. Tipe pelanggan kami adalah Grab n go. Jadi yang penting enak, harga masuk di kantong, dan mudah untuk dibeli,” ungkapnya.

Alpha Jwc Ventures, investor Kopi Kenangan juga sepakat. Co-founder & managing partner Alpha Jwc Ventures Jefrey Joe menyebut adanya dukungan gaya hidup yang dibentuk oleh Kopi Kenangan, aplikasi yang memudahkan pelanggan, menu yang terus berkembang, lokasi serta startegi bisnis yang tepat sasaran akan tetap menjadikan Kopi Kenangan terdepan dalam tren bisnis kopi.

Fenomena pemodal besar mendanai kedai kopi bukan hal baru. Merujuk data Crunchbase, selama tiga tahun terakhir ada banyak kedai kopi yang mendapat pendanaan besar.

Dana terbesar diperoleh oleh Starbucks, perusahaan dan jaringan kedai kopi yang berbasis di Amerika Serikat (AS). Total pendanaanya mencapai US$ 900 juta. Menyusul kedai kopi lain seperti Luckin Coffee (US$ 550 juta) dan Bluestone Lane (US$ 35,64 ribu).

Baca Juga: BI: Diaspora Indonesia jadi pasar UMKM masuk pasar mancanegara

Dalam “Caffeine High: Coffee Funding Skyrockets In 2018” yang dimuat pada situs cbinsights (2018), menjelaskan bahwa melihat tren pendanaan kopi yang menguntungkan saat ini telah membuat jumlah dan ukuran kesepakatan tumbuh secara signifikan.

Investor telah mengalirkan hampir US$ 600 juta ke dalam startup kopi pada pertengahan tahun 2018, lebih dari 4 kali lipat dari total pendanaan pada tahun 2017 yaitu US$ 141 juta. Diproyeksi sampai akhir 2018, dana investor yang mengalir ke startup kopi bisa tembus US$ US$ 1,04 miliar.

Berbagai faktor mendorong investor secara gila-gilaan mengalirkan dananya ke ke startup kedai kopi. Pertama, terkait kondisi pasar kopi Asia yang masih terfragmentasi yang membuka kesempatan pemain baru berkembang. Misalnya saja kedai Kopi China, Luckin Coffee menggunakan dana dari investor untuk bisa bersaing dengan Starbucks di China.

Kopi juga cocok dengan tren diet saat ini. Secara alami, kopi tanpa kalori, bebas gluten, bebas susu hingga karbohidrat. Penurunan konsumsi soda mencapai level terendah 30 tahun pada 2016 juga membuka peluang baru untuk kopi.

Baca Juga: Bukit Peramun Belitung, desa wisata berbasis digital binaan BCA

Selain itu, kopi juga dalam posisi baik untuk memanfaatkan saluran penjualan baru. Perusahaan-perusahaan non-makanan membuka peluang kerja sama sehingga semakin banyak menggunakan kopi untuk mendorong loyalitas di antara klien mereka sendiri.

Ambil contoh saja, startup ruangan kerja berbagai WeWork menawarkan kopi gratis ke beberapa penyewa. Sementara Uber sejak tahun lalu bermitra dengan startup Cargo untuk menjual kopi botolan dan barang-barang kemasan lainnya kepada pengendara Uber.

Ramainya akusisi juga menjadi pendorong momentum. Ketika perusahaan-perusahaan besar meningkatkan akusisi ke startup kopi, yang dinilai investor menjadi jalan keluar mencari keuntungan baru. Nestle mengakuisisi saham mayoritas dua perusahaan kopi di Amerika Serikat, yaitu Blue Bottle Coffee dan Chameleon Cold Brew pada tahun 2017 lalu.

Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Non-Migas Indonesia ke Tiongkok

Terakhir, mayoritas startup makin melirik kopi dingin siap minum (botol) dengan memanfaatkan bahan-bahan dan metode pembuatan gaya baru. Kopi dingin telah menjadi tren selama beberapa tahun terakhir, dan para pemula termasuk High Brew Coffee, Wandering Bear Coffee, dan Rise Brewing Co. Semuanya mengantongi dana investor pada Juli 2018 berkat minuman kopi dingin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli