JAKARTA. Tahun depan, rumah yang memasang listrik berdaya 450 Volt Amphere (VA) dan 900 VA bakal diseleksi lebih ketat. Sebab, 44,3 juta pelanggan dari dua golongan itu dinilai banyak yang sebenarnya tidak layak mendapat subsidi. Cara agar tepat sasaran, subsidi dicabut dan dialihkan ke kartu khusus. Keinginan untuk mencabut itu disampaikan Menteri ESDM Sudirman Said saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR kemarin. Dia mengatakan, data dari Kementerian Sosial (Kemensos) rumah tangga hampir miskin dan miskin sebanyak 15,5 juta keluarga. ’’Terkait moral hazard. Apakah sisanya benar-benar berhak?,’’ tanya dia, di Gedung DPR, Rabu (24/6). Temuan itu diperburuk dengan hasil survey yang dilakukan PT PLN (Persero). Banyak keluarga yang memasang daya listrik 900 VA ternyata tergolong mampu. Bahkan, tidak sedikit yang memiliki mobil di garasinya. ’’Memperhatikan masyarakat paling bawah, tidak fair kalau keluarga yang mampu mendapat subsidi,’’ imbuhnya. Usulan itu disampaikan karena ada satu pandangan dengan Komisi VII. Bahwa pemberian subsidi melalui barang tidak efektif dan rawan diselewengkan. Ketika subsidi dicabut, warga yang tergolong mampu akan menikmati tarif normal. Sebagai gambaran, tarif pelanggan 1.300 VA dan 2.200 VA adalah Rp 1.352 per kilo Watt hour (kWh). Sedangkan daya 3.500 VA ke atas Rp 4.524.24 per kWh untuk Juni. Lebih lanjut Sudirman menjelaskan, pelanggan yang terverifikasi miskin akan diberikan kartu. Detail kartu memang belum bisa disampaikan, tetapi bisa jadi mirip uang elektronik yang terdapat di kartu perbankan. ’’Satu ketika, si pengguna listrik ber-kWh rendah mendapat kartu. Uangnya sampai ke kartu itu, kemudian beli dengan harga keekonomian,’’ terangnya. Bukan tidak mungkin, kartu itu menjadi pusat dari pemberian aneka subsidi. Seperti elpiji 3 kilogram (kg), dan pupuk yang subsidinya juga direncanakan dicabut. Sudirman tidak tahu pasti kapan kartu tersebut siap. Apakah dilebur dengan kartu yang sudah ada seperti Kartu Indonesia Sejahtera atau membuat baru. Saat ini, pemerintah masih menunggu hasil verifikasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Dalam sidang kabinet, juga sudah sepakati ada single platform subsidi. ’’Subsidi yang melalui perusahaan itu rawan penyimpangan. Oleh karena itu, kami mendorong untuk langsung ke pengguna,’’ tuturnya. Lantaran harga nanti sesuai keekonomian, bisa naik turun sesuai dengan faktor pembentuknya. Saat ini, ada tiga faktor yang menentukan tarif listrik bulanan, yakni kurs rupiah, inflasi, atau harga minyak. ’’Disubsidi atau tidak, akan ada kenaikan kalo memang harus naik,’’ ungkapnya. Selain mencabut subsidi, Kementerian ESDM bersama PLN juga mengusulkan kenaikan tarif berjangka. Mekanismenya, setiap tiga bulan sekali tarif akan naik sebesar 5% untuk semua golongan pelanggan. Kalau dilakukan, bakal ada penghematan subsidi sampai Rp 4 triliun. Namun, usulan kenaikan 5% ditolak DPR. Direktur PLN, Nicke Widyawati menambahkan, dalam enam bulan ke depan pemerintah akan mencari mekanisme yang paling tepat. Yang jelas, peralihan dari subsidi produk ke subsidi langsung masyarakat harus dilakukan. Meski nanti keuangan PLN akan berubah karena tidak ada subsidi, menurutnya tidak ada masalah. Malah, dia yakin pencabutan subsidi ikut menjadi cambuk bagi PLN untuk melakukan penghematan. Seperti diketahui, saat ini PLN telah melakukan efisiensi dengan target Rp 8,1 triliun. ’’Subsidi langsung membuat kami mendapat challenge melakukan penghematan lebih optimal,’’ tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Rawan diselewengkan, subsidi listrik dicabut
JAKARTA. Tahun depan, rumah yang memasang listrik berdaya 450 Volt Amphere (VA) dan 900 VA bakal diseleksi lebih ketat. Sebab, 44,3 juta pelanggan dari dua golongan itu dinilai banyak yang sebenarnya tidak layak mendapat subsidi. Cara agar tepat sasaran, subsidi dicabut dan dialihkan ke kartu khusus. Keinginan untuk mencabut itu disampaikan Menteri ESDM Sudirman Said saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR kemarin. Dia mengatakan, data dari Kementerian Sosial (Kemensos) rumah tangga hampir miskin dan miskin sebanyak 15,5 juta keluarga. ’’Terkait moral hazard. Apakah sisanya benar-benar berhak?,’’ tanya dia, di Gedung DPR, Rabu (24/6). Temuan itu diperburuk dengan hasil survey yang dilakukan PT PLN (Persero). Banyak keluarga yang memasang daya listrik 900 VA ternyata tergolong mampu. Bahkan, tidak sedikit yang memiliki mobil di garasinya. ’’Memperhatikan masyarakat paling bawah, tidak fair kalau keluarga yang mampu mendapat subsidi,’’ imbuhnya. Usulan itu disampaikan karena ada satu pandangan dengan Komisi VII. Bahwa pemberian subsidi melalui barang tidak efektif dan rawan diselewengkan. Ketika subsidi dicabut, warga yang tergolong mampu akan menikmati tarif normal. Sebagai gambaran, tarif pelanggan 1.300 VA dan 2.200 VA adalah Rp 1.352 per kilo Watt hour (kWh). Sedangkan daya 3.500 VA ke atas Rp 4.524.24 per kWh untuk Juni. Lebih lanjut Sudirman menjelaskan, pelanggan yang terverifikasi miskin akan diberikan kartu. Detail kartu memang belum bisa disampaikan, tetapi bisa jadi mirip uang elektronik yang terdapat di kartu perbankan. ’’Satu ketika, si pengguna listrik ber-kWh rendah mendapat kartu. Uangnya sampai ke kartu itu, kemudian beli dengan harga keekonomian,’’ terangnya. Bukan tidak mungkin, kartu itu menjadi pusat dari pemberian aneka subsidi. Seperti elpiji 3 kilogram (kg), dan pupuk yang subsidinya juga direncanakan dicabut. Sudirman tidak tahu pasti kapan kartu tersebut siap. Apakah dilebur dengan kartu yang sudah ada seperti Kartu Indonesia Sejahtera atau membuat baru. Saat ini, pemerintah masih menunggu hasil verifikasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Dalam sidang kabinet, juga sudah sepakati ada single platform subsidi. ’’Subsidi yang melalui perusahaan itu rawan penyimpangan. Oleh karena itu, kami mendorong untuk langsung ke pengguna,’’ tuturnya. Lantaran harga nanti sesuai keekonomian, bisa naik turun sesuai dengan faktor pembentuknya. Saat ini, ada tiga faktor yang menentukan tarif listrik bulanan, yakni kurs rupiah, inflasi, atau harga minyak. ’’Disubsidi atau tidak, akan ada kenaikan kalo memang harus naik,’’ ungkapnya. Selain mencabut subsidi, Kementerian ESDM bersama PLN juga mengusulkan kenaikan tarif berjangka. Mekanismenya, setiap tiga bulan sekali tarif akan naik sebesar 5% untuk semua golongan pelanggan. Kalau dilakukan, bakal ada penghematan subsidi sampai Rp 4 triliun. Namun, usulan kenaikan 5% ditolak DPR. Direktur PLN, Nicke Widyawati menambahkan, dalam enam bulan ke depan pemerintah akan mencari mekanisme yang paling tepat. Yang jelas, peralihan dari subsidi produk ke subsidi langsung masyarakat harus dilakukan. Meski nanti keuangan PLN akan berubah karena tidak ada subsidi, menurutnya tidak ada masalah. Malah, dia yakin pencabutan subsidi ikut menjadi cambuk bagi PLN untuk melakukan penghematan. Seperti diketahui, saat ini PLN telah melakukan efisiensi dengan target Rp 8,1 triliun. ’’Subsidi langsung membuat kami mendapat challenge melakukan penghematan lebih optimal,’’ tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News