JAKARTA. Saat ini, semakin banyak perusahaan sekuritas yang menggarap bisnis online trading. Artinya, pengawasan Bursa Efek Indonesia (BEI) terhadap anggota bursa (AB) yang memiliki bisnis tersebut semakin bertambah. Tak bisa disangkal, bisnis online trading memiliki prospek yang cerah sehingga membuat sekuritas berbondong-bodong menjajal bisnis ini. Saat ini, dari 114 AB yang aktif, 47 di antaranya merupakan sekuritas yang memiliki layanan online trading. Artinya, semakin banyaknya layanan tersebut maka potensi pelanggarannya pun kian besar. Perlu diketahui, online trading memiliki potensi pelanggaran yang lumayan berat seperti transaksi semu yang bisa merugikan berbagai pihak. Transaksi semu itu merupakan aksi jual beli saham tanpa disertai perubahan kepemilikan. Hal itu terjadi lantaran tidak ada orang lain di dalam order book. "Apakah peluang pelanggaran itu ada? pasti ada. Diawasi? Banget!" tandas Urip Budhi Prasetyo, Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI, di sela - sela kegiatan edukasi wartawan pasar modal tentang kepatuhan AB, di Jakarta, Rabu (23/1). Menurutnya, BEI terus berkoordinasi dengan para AB demi memaksimalkan pengawasan tersebut. Lebih jauh, Urip menjelaskan, transaksi semu biasanya dilakukan pada saham-saham yang kurang likuid. Jika terus dilakukan, maka transaksi jenis ini mampu memberikan efek domino kerugian yang sangat besar. Ilustrasinya, ada trader kawakan yang menjual saham A, kemudian dia beli sendiri saham tersebut, dan itu dilakukan berulang - ulang dalam waktu yang berdekatan. Otomatis, harga saham yang awalnya Rp 1.000 akan terkerek naik menjadi Rp 3.000 dalam waktu seminggu misalnya. Kebetulan, ketika itu ada investor bau kencur yang masuk ke pasar. Dia memandang pergerakan harga saham A memiliki prospek cerah. Nah, investor tersebut membeli saham gorengan itu yang sebenarnya membuat dirinya tertipu. "Jadi nantinya dia akan buy high-sell low, bukan low sell-buy high," imbuh Urip. Terjadi di transaksi reguler Johanes Soetikno, Direktur Utama Valbury Asia Securities membenarkan hal tersebut. Bahkan, transaksi semu juga bisa terjadi di aktivitas transaksi reguler. Kendati demikian, Johanes memastikan tidak ada praktik semacam itu di perusahaannya karena semua nasabah Valbury memiliki SID atau single investor identity.
Rawan transaksi semu, BEI galak di online trading
JAKARTA. Saat ini, semakin banyak perusahaan sekuritas yang menggarap bisnis online trading. Artinya, pengawasan Bursa Efek Indonesia (BEI) terhadap anggota bursa (AB) yang memiliki bisnis tersebut semakin bertambah. Tak bisa disangkal, bisnis online trading memiliki prospek yang cerah sehingga membuat sekuritas berbondong-bodong menjajal bisnis ini. Saat ini, dari 114 AB yang aktif, 47 di antaranya merupakan sekuritas yang memiliki layanan online trading. Artinya, semakin banyaknya layanan tersebut maka potensi pelanggarannya pun kian besar. Perlu diketahui, online trading memiliki potensi pelanggaran yang lumayan berat seperti transaksi semu yang bisa merugikan berbagai pihak. Transaksi semu itu merupakan aksi jual beli saham tanpa disertai perubahan kepemilikan. Hal itu terjadi lantaran tidak ada orang lain di dalam order book. "Apakah peluang pelanggaran itu ada? pasti ada. Diawasi? Banget!" tandas Urip Budhi Prasetyo, Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI, di sela - sela kegiatan edukasi wartawan pasar modal tentang kepatuhan AB, di Jakarta, Rabu (23/1). Menurutnya, BEI terus berkoordinasi dengan para AB demi memaksimalkan pengawasan tersebut. Lebih jauh, Urip menjelaskan, transaksi semu biasanya dilakukan pada saham-saham yang kurang likuid. Jika terus dilakukan, maka transaksi jenis ini mampu memberikan efek domino kerugian yang sangat besar. Ilustrasinya, ada trader kawakan yang menjual saham A, kemudian dia beli sendiri saham tersebut, dan itu dilakukan berulang - ulang dalam waktu yang berdekatan. Otomatis, harga saham yang awalnya Rp 1.000 akan terkerek naik menjadi Rp 3.000 dalam waktu seminggu misalnya. Kebetulan, ketika itu ada investor bau kencur yang masuk ke pasar. Dia memandang pergerakan harga saham A memiliki prospek cerah. Nah, investor tersebut membeli saham gorengan itu yang sebenarnya membuat dirinya tertipu. "Jadi nantinya dia akan buy high-sell low, bukan low sell-buy high," imbuh Urip. Terjadi di transaksi reguler Johanes Soetikno, Direktur Utama Valbury Asia Securities membenarkan hal tersebut. Bahkan, transaksi semu juga bisa terjadi di aktivitas transaksi reguler. Kendati demikian, Johanes memastikan tidak ada praktik semacam itu di perusahaannya karena semua nasabah Valbury memiliki SID atau single investor identity.