KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Wall Street (sebutan populer Nwy York Stock Exchange) mengalami penurunan terbesar sejak 1987 pada hari Senin. S&P 500 ditutup pada level terendah sejak Desember 2018. Investor khawatir pandemi coronavirus terbukti menjadi lawan yang lebih tangguh daripada bank sentral, anggota parlemen, atau Gedung Putih. S&P 500 anjlok 12%, penurunan terbesar sejak "Black Monday" tiga dekade lalu, meskipun Federal Reserve telah memangkas suku bunga mendekati nol, Minggu malam.
Pelaku pasar khawatir penyebaran pandemi yang cepat bisa melumpuhkan bagian-bagian dari ekonomi global dan memeras pendapatan perusahaan. Harga saham semakin drop ketika Presiden Donald Trump mendesak Amerika menghentikan sebagian besar kegiatan sosial selama 15 hari serta tidak berkumpul dalam kelompok yang lebih besar dari 10 orang, dalam upaya agresif mengurangi penyebaran virus corona di Amerika Serikat (AS). "Tidak ada yang bisa dijadikan pegangan. Tidak ada yang benar-benar dapat memberi kita gambaran kapan dampak penuh dari virus akan diketahui," kata Jeffrey Kleintop, kepala strategi investasi global di Charles Schwab. Trump juga memperingatkan bahwa resesi mungkin terjadi. Sebagian besar pengamat pasar pada saat ini bersiap atas kemungkinan ekonomi menuju resesi, tetapi mereka mengatakan masih terlalu dini untuk mengetahui sejauh mana penurunan ekonomi sepenuhnya. Investor mungkin memperkirakan resesi yang cukup dalam, tetapi tidak yakin berapa lama akan berlangsung, kata Kleintop. Dow Jones Industrial Average turun 2.997,1 poin (-12,93%) ke 20.188,52. S&P 500 kehilangan 324,89 (-11,98%) menjadi 2.386,13. Adapun Nasdaq Composite turun 970,28 poin (-12,32%) menjadi 6.904,59. Perdagangan di tiga indeks saham utama Wall Street dihentikan selama 15 menit tak lama setelah pembukaan karena indeks S&P 500 anjlok 8%, melewati ambang 7% yang memicu penghentian perdagangan otomatis.