JAKARTA. Bukan hanya ban sepeda dan sepeda motor yang terkena tarif bea masuk anti dumping (BMAD) di Turki. Pemerintah Turki juga mengenakan bea masuk yang sama terhadap produk benang rayon asal Indonesia.Besar tarif BMAD rayon yang telah berlaku sejak 1 Agustus 2009 itu berkisar 2% sampai 12%. Namun, sekitar 12 perusahaan benang rayon asal Indonesia hanya dikenai BMAD sekitar 2% sampai 3% karena dianggap kooperatif. "Sisanya dikenakan BMAD lebih besar dari itu," tandas Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, kemarin, (16/9).Sejak tahun lalu, pemerintah Turki mencurigai dumping yang dilakukan sekitar 15 produsen rayon asal Indonesia. Namun saat itu, baru tiga perusahaan saja yang diinvestigasi. Tiga perusahaan tersebut adalah PT Polysindo Eka Perkasa, PT Indo Liberty Textiles, dan PT Yans Manunggal Jaya.Ade bilang, hingga usainya investigasi pada bulan Februari lalu, jumlah tersebut terus bertambah. Dan, akhirnya, Turki mengenakan bea masuk anti dumping terhitung sejak 1 Agustus 2009.Indonesia tidak sendirian. Ada tiga negara lain yang dikenai BMAD oleh Turki, yaitu China, India, dan Taiwan. “Pengenaan BAMD ini sudah pasti berdampak buruk bagi ekspor kita," kata Ade.Namun, Direktur Industri Tekstil Departemen Perindustrian Arryanto Sagala mengatakan, penerapan BMAD ini tak terlalu signifikan pengaruhnya. "Soalnya, nilai ekspor tekstil kita ke Turki tidak terlalu besar," kata Arryanto.Berdasarkan catatan API, nilai ekspor benang rayon Indonesia ke Turki pada 2008 memang hanya sebesar US$ 61,54 juta. Jumlah tersebut setara 7,2% dari total nilai ekspor empat komoditas tekstil utama Indonesia ke pasar global. Tapi, API memperkirakan, akibat pengenaan BMAD ini, pasar ekspor tekstil akan turun sebesar 10%, terutama untuk produk serat sintetis, benang, dan kain.Data semester I-2009 menunjukkan, nilai ekspor industri serat sintetis (polyester staple fibre) dalam kelompok SITC (Standard International Trade Classification) turun menjadi US$ 179,009 juta dari US$ 239,516 juta di semester I-2008. Di subsektor benang dan kain, ekspor juga turun dari US$ 1,925 miliar menjadi US$1,486 miliar.“Pemerintah sama sekali tak berbuat apa-apa termasuk sekadar untuk basa-basi melakukan pembelaan ke WTO. Alasannya tidak ada dana, padahal untuk mem-bail out Century bisa," kritik Ade.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Rayon Indonesia Kena Bea Anti Dumping di Turki
JAKARTA. Bukan hanya ban sepeda dan sepeda motor yang terkena tarif bea masuk anti dumping (BMAD) di Turki. Pemerintah Turki juga mengenakan bea masuk yang sama terhadap produk benang rayon asal Indonesia.Besar tarif BMAD rayon yang telah berlaku sejak 1 Agustus 2009 itu berkisar 2% sampai 12%. Namun, sekitar 12 perusahaan benang rayon asal Indonesia hanya dikenai BMAD sekitar 2% sampai 3% karena dianggap kooperatif. "Sisanya dikenakan BMAD lebih besar dari itu," tandas Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, kemarin, (16/9).Sejak tahun lalu, pemerintah Turki mencurigai dumping yang dilakukan sekitar 15 produsen rayon asal Indonesia. Namun saat itu, baru tiga perusahaan saja yang diinvestigasi. Tiga perusahaan tersebut adalah PT Polysindo Eka Perkasa, PT Indo Liberty Textiles, dan PT Yans Manunggal Jaya.Ade bilang, hingga usainya investigasi pada bulan Februari lalu, jumlah tersebut terus bertambah. Dan, akhirnya, Turki mengenakan bea masuk anti dumping terhitung sejak 1 Agustus 2009.Indonesia tidak sendirian. Ada tiga negara lain yang dikenai BMAD oleh Turki, yaitu China, India, dan Taiwan. “Pengenaan BAMD ini sudah pasti berdampak buruk bagi ekspor kita," kata Ade.Namun, Direktur Industri Tekstil Departemen Perindustrian Arryanto Sagala mengatakan, penerapan BMAD ini tak terlalu signifikan pengaruhnya. "Soalnya, nilai ekspor tekstil kita ke Turki tidak terlalu besar," kata Arryanto.Berdasarkan catatan API, nilai ekspor benang rayon Indonesia ke Turki pada 2008 memang hanya sebesar US$ 61,54 juta. Jumlah tersebut setara 7,2% dari total nilai ekspor empat komoditas tekstil utama Indonesia ke pasar global. Tapi, API memperkirakan, akibat pengenaan BMAD ini, pasar ekspor tekstil akan turun sebesar 10%, terutama untuk produk serat sintetis, benang, dan kain.Data semester I-2009 menunjukkan, nilai ekspor industri serat sintetis (polyester staple fibre) dalam kelompok SITC (Standard International Trade Classification) turun menjadi US$ 179,009 juta dari US$ 239,516 juta di semester I-2008. Di subsektor benang dan kain, ekspor juga turun dari US$ 1,925 miliar menjadi US$1,486 miliar.“Pemerintah sama sekali tak berbuat apa-apa termasuk sekadar untuk basa-basi melakukan pembelaan ke WTO. Alasannya tidak ada dana, padahal untuk mem-bail out Century bisa," kritik Ade.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News