JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengawasi sejumlah perusahaan asuransi. Ini terkait tidak tercapainya batas minimal tingkat solvabilitas ditetapkan OJK.Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Firdaus Djaelani bilang, ada empat perusahaan asuransi yang memiliki
risk based capital (RBC) di bawah 120%. Perusahaan tersebut terdiri dari dua perusahaan asuransi jiwa dan dua asuransi umum.Sayangnya Firdaus belum mau blak-blakan soal indentitas perusahaan tersebut. Hanya saja, salah satu dari keempat perusahaan yang tak mampu menjaga tingkat solvabilitas adalah PT Asuransi Jiwa Recapital (Relife).
Relife dan ketiga perusahaan lainnya memiliki perbandingan antara liabilitas dan aset yang tidak ideal. Hingga dibutuhkan tambahan modal baru agar rasio solvabilitas bisa kembali di atas 120%. OJK sudah bertemu dengan empat perusahaan tersebut. Menurut Firdaus, keempatnya berkomitmen meningkatkan rasio solvabilitas. "Mereka mau tambah modal," kata Firdaus, baru-baru ini. OJK memberi batas waktu tiga bulan sejak sanksi terakhir untuk bisa mengeksekusi rencana penambahan modal ini. Sehingga sebelum Juni, empat perusahaan sudah harus sehat kembali. Seiring kenaikan premi Firdaus mengakui, waktu yang dibutuhkan untuk merealisasikan penambahan modal cukup lama. Soalnya ada serangkaian proses yang harus dilewati. Misalnya saat mencari investor strategis agar mendapatkan dana segar. Proses untuk mendapat tambahan modal tentu tak semudah membalikan telapak tangan. Kalau pun telah mendapat mitra strategis membutuhkan waktu untuk merealisasikannya. Sebab perusahaan asuransi perlu mengubah akte pendirian terlebih dahulu. Baru meningkatkan modal disetor dan perubahan modal dasar. "Proses ini harus memperoleh izin juga dari Kemenkumham," imbuh Firdaus. Secara keseluruhan, Firdaus menyebut, kondisi kesehatan industri asuransi masih baik. Rata-rata RBC industri asuransi jiwa di 516% per Februari 2017. Tapi angka ini sedikit turun dari periode sama di 2016 sebesar 534%. Rerata RBC di industri asuransi umum naik yakni dari 262% di Februari 2016 menjadi 275% per Februari 2017. Ketua Bidang Regulasi dan Best Practices Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Maryoso Sumaryono menilai penurunan RBC wajar terjadi sejalan dengan pertumbuhan bisnis. Namun dia percaya, permodalan asuransi jiwa masih terbilang kuat.
Ia mencontohkan, PT Asuransi Jiwa Taspen yang dia pimpin, terjadi penurunan RBC dari 194% di 2015 menjadi 164% di akhir 2016. Ini seiring dengan pertumbuhan premi dari Rp 126,4 miliar menjadi Rp 388,9 miliar. Penurunan RBC juga dialami PT Asuransi Jiwa Simas Jiwa dari 442% di 2015 menjadi 325% di 2016. Sementara premi yang dikantongi melonjak dari Rp 519,5 miliar menjadi Rp 12,4 triliun. PT Asuransi Jiwa BCA yang mencatat pertumbuhan premi 190% menjadi Rp 322 miliar di tahun lalu juga mencatatkan penurunan RBC menjadi 780% dari 1.642% di 2015. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini