JAKARTA. Pemerintah memaparkan realisasi penyerapan anggaran belanja negara sampai akhir November baru mencapai Rp 556,28 triliun atau 56,01% dari total pagu dalam APBN Perubahan 2010. Meski demikian, perkembangan itu dinilai belum mencerminkan realisasi belanja sesungguhnya. Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara melaporkan realisasi belanja negara per 23 November tercatat sebesar Rp 556,28 triliun atau 56,01% dari pagu di APBN-P 2010 yang sebesar Rp 993,13 triliun. Rinciannya, realisasi belanja pemerintah pusat sebesar 47,59% atau sebesar Rp 343,050 triliun dari pagu Rp 720,919 triliun. Kemudian transfer ke daerah sebesar 78,33% atau Rp 213,234 triliun dari pagu Rp 272,217 triliun. Dengan demikian, terdapat sisa pagu DIPA 2010 sebesar Rp 436,85 triliun atau sekitar 44% dari total anggaran. Dari realisasi tersebut, Kemeneterian/Lembaga (K/L) yang memiliki penyerapan anggaran terendah adalah Kementerian BUMN yang baru terserap 21,83% dari Rp166,203 miliar atau sebesar Rp36,276 miliar. Sedangkan K/L yang memiliki penyerapan terbesar adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yaitu sebesar 76,48% dari Rp1,361 triliun atau sebesar Rp 1,040 triliun. Menanggapi rendahnya daya serap anggaran belanja pemerintah tersebut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan terkadang ada selisih sedikit antara realisasi proyek pemerintah dengan realisasi pembayarannya. “Jadi kalau realisasi belanja negara 56%, realisasi proyeknya di atas itu. Jadi ada gap,” terang Hatta di kantornya, Selasa, (23/11). Menurut Hatta pemerintah sejak awal sudah mengantisipasi perlambatan penyerapan anggaran belanja negara dengan melayangkan surat ke seluruh K/L agar memperhatikan kualitas belanjanya. Anjuran tersebut terutama ditujukan bagi K/L yang berada daerah-daerah yang diterpa bencana alam. “Kami wanti-wanti sudah kirim surat ke K/L untuk memperhatikan belanja terutama di daerah-daerah yang kena musibah agar dorongan spending dipercepat supaya ada stimulus, pertumbuhannya agar bisa normal lagi, terutama dalam hal ekonomi,” terang Hatta.
Realisasi belanja kementerian dan lembaga baru 56,1% dari pagu
JAKARTA. Pemerintah memaparkan realisasi penyerapan anggaran belanja negara sampai akhir November baru mencapai Rp 556,28 triliun atau 56,01% dari total pagu dalam APBN Perubahan 2010. Meski demikian, perkembangan itu dinilai belum mencerminkan realisasi belanja sesungguhnya. Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara melaporkan realisasi belanja negara per 23 November tercatat sebesar Rp 556,28 triliun atau 56,01% dari pagu di APBN-P 2010 yang sebesar Rp 993,13 triliun. Rinciannya, realisasi belanja pemerintah pusat sebesar 47,59% atau sebesar Rp 343,050 triliun dari pagu Rp 720,919 triliun. Kemudian transfer ke daerah sebesar 78,33% atau Rp 213,234 triliun dari pagu Rp 272,217 triliun. Dengan demikian, terdapat sisa pagu DIPA 2010 sebesar Rp 436,85 triliun atau sekitar 44% dari total anggaran. Dari realisasi tersebut, Kemeneterian/Lembaga (K/L) yang memiliki penyerapan anggaran terendah adalah Kementerian BUMN yang baru terserap 21,83% dari Rp166,203 miliar atau sebesar Rp36,276 miliar. Sedangkan K/L yang memiliki penyerapan terbesar adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yaitu sebesar 76,48% dari Rp1,361 triliun atau sebesar Rp 1,040 triliun. Menanggapi rendahnya daya serap anggaran belanja pemerintah tersebut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan terkadang ada selisih sedikit antara realisasi proyek pemerintah dengan realisasi pembayarannya. “Jadi kalau realisasi belanja negara 56%, realisasi proyeknya di atas itu. Jadi ada gap,” terang Hatta di kantornya, Selasa, (23/11). Menurut Hatta pemerintah sejak awal sudah mengantisipasi perlambatan penyerapan anggaran belanja negara dengan melayangkan surat ke seluruh K/L agar memperhatikan kualitas belanjanya. Anjuran tersebut terutama ditujukan bagi K/L yang berada daerah-daerah yang diterpa bencana alam. “Kami wanti-wanti sudah kirim surat ke K/L untuk memperhatikan belanja terutama di daerah-daerah yang kena musibah agar dorongan spending dipercepat supaya ada stimulus, pertumbuhannya agar bisa normal lagi, terutama dalam hal ekonomi,” terang Hatta.