Realisasi belanja negara lebih rendah di awal 2012



JAKARTA. Kemampuan pemerintah untuk membelanjakan anggaran negara masih jalan di tempat. Terbukti, realisasi belanja pada triwulan pertama tahun ini masih sangat rendah, cuma 15,8%.

Angka realisasi belanja negara ini tentu menyedihkan. Karena secara persentase lebih rendah jika dibandingkan periode yang sama tahun 2011 yakni sebesar 16,6% dari pagu anggaran.

Seperti tertuang dalam Laporan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2013 yang dilansir Kementerian Keuangan, persentase realisasi beberapa jenis belanja pemerintah pusat pada triwulan I tahun ini lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu. Seperti untuk belanja pegawai, belanja barang, dan subsidi.


Menurut pemerintah, penyebab leletnya realisasi belanja di awal tahun ini, antara lain karena adanya revisi dokumen anggaran masih dalam tahap penyelesaian administratif. Lalu, masih rendahnya penggunaan dana subsidi, serta adanya kebijakan pemerintah untuk melakukan efisiensi belanja di kementerian dan lembaga negara.

Sementara itu, realisasi transfer ke daerah yang Rp 127,8 triliun meningkat sebesar 38% atau Rp 35,2 triliun bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Realisasi transfer ke daerah ini terdiri dari realisasi dana perimbangan sebesar Rp 112,3 triliun atau 27,5% serta dana otonomi khusus dan penyesuaian sebesar Rp 15,5 triliun atau 22,0%.

Pengamat ekonomi Universitas Atmajaya A. Prasetyantoko berpendapat, lambatnya pencairan anggaran negara ini karena memang kapasitas birokrat untuk mengeksekusi anggaran masih rendah.

Parahnya, hal ini selalu menjadi persoalan yang berulang setiap tahun. “Bahkan ada departemen yang belanjanya masih 0,1%, jadi perlu diciptakan sistem penghargaan dan hukuman di departemen. Misalnya perlu diumumkan mana yang memiliki kinerja lebih baik dan mana yang jelek," kata Prasetyantoko.

Namun, di sisi lain, harus ada penyederhanaan sistem penggunaan anggaran. Sebab biasanya, pihak kementerian dan lembaga tidak mau begitu saja disalahkan lantaran penggunaan anggaran memang melewati sejumlah prosedur.

Ia melihat, saat ini ada mekanisme rencana kerja pemerintah (RKP), sehingga mestinya penyerapan anggaran bisa dipercepat. “Kalau tidak salah tahun ini baru bisa dieksekusi sekitar Juni-Juli, jadi harus dipikirkan bagaimana agar di semester awal kementerian dan lembaga sudah bisa mengeksekusi anggaran," kata Prasetyantoko.

Sedangkan ekonom Indef, Aviliani menilai, lambannya belanja negara tahun ini karena terombang-ambingnya kebijakan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi beberapa waktu lalu. Menurut dia, pemerintah harus bisa memberikan jaminan supaya instansi dan lembaga negara mau belanja tanpa harus khawatir pemotongan saat terjadi perubahan subsidi BBM. "Pemerintah harus mengantisipasi situasi seperti ini," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie