JAKARTA. Meski masuk dalam kategori industri yang paling kebal terhadap krisis, toh realisasi ekspor industri makanan dan minuman Indonesia tetap terseret gelombang krisis. Ketua Bidang Regulasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Franky Sibarani mengungkapkan, hingga akhir tahun nanti, GAPMMI memprediksi realisasi ekspor masih akan minus dibandingkan tahun lalu. Meski begitu, Franky mengungkapkan, pencapaian ekspor saat ini yang berkisar US$ 2 miliar sudah cukup bagus. "Jika sampai tutup tahun nilai ekspor minus 5% dibanding tahun lalu itu sudah cukup menggembirakan," kata Franky.
Sebagai catatan, tahun lalu, nilai ekspor makanan dan minuman dari Indonesia mencapai US$ 2,997 miliar. Franky memperkirakan, nilai ekspor baru akan membaik pada semester pertama tahun 2010 mendatang. "Soalnya pasar ekspor produk makanan dan minuman Indonesia sebagian besar adalah Amerika dan Eropa yang terimbas krisis cukup parah, jadi pemulihan ekspor kita pun menyesuaikan negara-negara tersebut," tandas Franky. Akibat krisis keuangan global pula, produk unggulan dari industri makanan dan minuman Indonesia, yakni udang beku (olahan) juga mengalami pergeseran. Jika sebelumnya pesanan udang beku per kilogram terdiri dari dua ekor udang, kini, negara-negara pemesan menghendaki setiap kilogramnya berisi empat ekor udang dengan ukuran yang lebih kecil. "Soalnya daya beli mereka menurun sehingga meminta ukuran yang lebih ekonomis," terang Franky. Namun untuk beberapa kategori makanan atau minuman berbahan dasar kopi dan cokelat masih cukup menjanjikan. Selain faktor loyalitas pelanggan, produk-produk yang diekspor memang memiliki bahan dasar yang tak mudah dijumpai di setiap negara.