Realisasi impor China menjungkalkan harga Tembaga



JAKARTA. Dalam sehari harga tembaga merosot lebih dari 2%, karena pelaku pasar pesimistis dengan perekonomian China. Kendati begitu, penurunan harga tersebut diprediksikan berlangsung jangka pendek.

Mengutip Bloomberg pada Selasa (8/3), harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange tergerus 2,64% menjadi US$ 4.868 per metrik ton dibandingkan hari sebelumnya. Sementara dalam sepekan terakhir, harga tembaga sudah melesat 3,22%.

Andri Hardianto, Research and Analyst PT Asia Tradepoint Futures, mengatakan, harga turun setelah data neraca perdagangan Tiongkok bulan Februari 2016 memperlihatkan surplus menyusut menjadi CNY 210 miliar, dibandingkan bulan Januari surplus CNY 406 miliar.


Tekanan harga tembaga dan komoditas logam industri lain adalah angka impor yang menukik tajam. Impor China melorot 13,8% dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan impor terjadi selama 16 bulan atau 1,5 tahun beruntun.

Sedangkan ekspor turun 25,4% atau penurunan terbesar sejak Mei 2009. "Ketika laporan impor China merosot seperti ini, bisa dipastikan permintaan tembaga pun menukik," kata Andri.

Laporan Bea Cukai China, impor tembaga bulan Februari 2016 menurun menjadi 420.000 ton, dari 440.000 ton. Wajar jika Andri memproyeksikan, harga tembaga Kamis (10/3) masih akan koreksi. "Pelaku pasar menanti kebijakan ekonomi Pemerintah China yang konkret," jelas Andri.

Sebab, Pemerintah China merencanakan pembatasan impor. Ini bisa jadi katalis positif bagi pergerakan harga tembaga secara global. Selain itu, jika pemerintah dan People's Bank of China (Bank Sentral China) menggelontorkan stimulus, aktivitas industri kembali melaju dan mendorong permintaan tembaga.

Pernyataan Freeport-McMoran Inc yang menyebutkan, permintaan tembaga tidak akan mampu mengejar pasokan hingga tahun 2017 nanti, semakin menekan harga komoditas tersebut. Di tahun 2015 saja, terjadi surplus tembaga sekitar 147.000 ton. Ini merupakan surplus terbesar sejak 2009.

Meski demikian Andri menduga, harga tembaga masih memiliki kans melanjutkan penguatan. "Sejak awal tahun saja sudah naik sekitar 3,5% dan itu bisa terus terjadi, mengingat produsen masih getol memangkas produksi dan menunda pelaksanaan proyek tambang baru," papar Andri.

Sementara, defisit pasokan baru terasa setelah tahun 2017. Saat itu, nyaris tidak ada tambang tembaga baru yang dibuka. Dan diperkirakan terjadi defisit pasokan 500.000 ton di tahun 2020 nanti. Di jangka pendek, arah perekonomian Tiongkok dan indeks dollar AS akan membayangi harga.

Secara teknikal, harga bergulir di atas moving average (MA) 50 dan 100 tapi di bawah 200. Garis MACD berada di area positif. RSI di atas 50 perlahan menanjak. Stochastic di area negatif.

Kamis (10/3) Andri menduga, harga tembaga bergerak di rentang US$ 4.800 hingga US$ 4.900 . Sementara harga dalam sepekan bervariasi antara US$ 4.860 sampai US$ 5.030 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie