Realisasi Impor Jagung Naik 40%



JAKARTA. Bencana alam yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia, seperti erupsi Gunung Sinabung dan Gunung Kelud, berimbas pada berkurangnya pasokan jagung lokal. Alhasil, impor jagung di awal tahun ini lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu.

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Desianto Boedi Utomo menuturkan, hingga awal Maret 2014, impor jagung untuk industri pakan ternak mencapai 350.000 ton. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu impor jagung untuk pakan ternak baru sekitar 250.000 ton. "Ketersediaan lokal tidak ada," kata Desianto pada KONTAN baru-baru ini.

Padahal, menurut Desianto yang juga Vice President Feed Technology PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk ini, seharusnya daerah penghasil jagung di Indonesia sudah mulai panen sehingga bisa diserap oleh pabrik pakan. Desianto bilang, saat panen seharusnya pabrik pakan tidak perlu impor lantaran ada pasokan lokal. Tapi, bencana alam bikin pasokan jagung lokal turun.


Ia mencontohkan, di Medan yang menjadi salah salah satu sentra produksi jagung juga harus mengimpor komoditas serealia ini karena kurangnya pasokan jagung lokal. Catatan saja, tahun ini Kementerian Pertanian menargetkan produksi jagung 20,82 juta ton, naik dari 2013 sebanyak 18,51 juta ton.Desianto memprediksi tahun ini volume impor jagung bakal lebih tinggi dari perkiraan awal. Semula, ia memperkirakan impor jagung tahun ini sekitar 3,6 juta ton. Tapi, jika pasokan jagung lokal minim, ia memperkirakan impor jagung bakal lebih tinggi dari prediksi tersebut. Sebagai gambaran, kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak mencapai 7,6 juta ton–8 juta ton per tahun. Produksi nasional diperkirakan hanya mampu memenuhi separuhnya atau sekitar 4 juta ton. "Maka kekurangannya sekitar 3,6 juta ton dari impor," katanya.

Importasi jagung ini biasanya dilakukan di kuartal II dan kuartal III setiap tahun. Sebab, pada saat itu hampir tidak ada panen jagung. Panen raya jagung seharusnya terjadi di kuartal I. "Produksi jagung nasional memang 55%–60% di kuartal I saat panen raya. Di kuartal II dan kuartal III hampir tidak ada panen lokal jadi impor banyak di saat itu," jelas Desianto.

Sebenarnya, lanjut Desianto, pada kuartal IV setiap tahun masih ada panen jagung domestik. Hanya saja, porsi panen tahap kedua ini lebih kecil dari tahap pertama, yakni hanya 35%–40% dari produksi nasional.

Eko P. Sandjojo, Wakil Direktur Utama PT Sierad Produce Tbk, mengakui panen jagung dari petani lokal tahun ini kemungkinan berkurang lantaran adanya bencana alam. Maklum saja, wilayah bencana seperti Jawa Timur yang dilanda letusan Gunung Kelud beberapa waktu lalu merupakan salah satu sentra jagung terbesar di Indonesia.

Eko masih berharap kekurangan pasokan jagung pada panen pertama ini bakal bisa dikompensasi pada panen tahap kedua tahun ini. Menurutnya, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pakan, selama ini Sierad Produce mengimpor jagung. Sayangnya, ia enggan membeberkan volume impor jagung perusahaan tahun ini. Yang jelas, kata dia perusahaan akan mengimpor 50% dari total kebutuhan bahan baku jagungnya sepanjang tahun ini.

Kendati pasokan jagung lokal diramal turun, tapi Eko bilang, saat ini perusahaan belum memutuskan untuk memperbesar porsi impornya. Lagipula, kata Eko selama ini impor jagung tak banyak berdampak pada perusahaan. Sebab, "Mau impor atau tidak, itu dampaknya tidak terlalu besar bagi kami, karena harga jagung lokal dan internasional sama," jelasnya kepada KONTAN, Kamis (20/3).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi