Realisasi Pembiayaan Utang Turun 24,3%, Sri Mulyani: Cerminkan Kesehatan APBN



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, realisasi pembiayaan utang hingga 14 Desember 2022 telah mengalami penurunan 24,3% menjadi Rp 540,3 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi pembiayaan utang yang menurun tersebut mencerminkan adanya kesehatan dari sisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Terutama dari penerbitan surat berharga negara (SBN) yang turun secara drastis menjelang akhir tahun.

Issuance SBN mengalami penurunan sangat drastis, dari tahun lalu Rp 723,3 triliun, dan tahun ini kami mengeluarkan pembiayaan utang Rp 540,3 triliun, dengan penerbitan SBN neto sebesar Rp 531,4 triliun,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, Selasa (20/12).


Baca Juga: Amunisi untuk Menjaga Rupiah Semakin Tambun

Penerbitan SBN neto sebesar Rp 531,4 triliun tersebut juga mengalami penurunan 26,5% dari realisasi SBN pada periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 723,3 triliun. Hal tersebut menurutnya merupakan penurunan yang cukup baik dan juga konsisten dengan kondisi APBN yang sehat.

“Dengan begitu makannya rating agency menunjukkan bahwa APBN keuangan negara kita ratingnya dalam posisi stable outlook,” jelasnya.

Adapun, penarikan pinjaman neto  hingga periode laporan  mencapai Rp 8,9 triliun, namun nilainya mengalami penurunan 192,5% yoy dari periode sama tahun lalu yang mengalami minus Rp 9,6 triliun.

Sri Mulyani mengatakan kinerja pengelolaan pembiayaan utang dijaga dalam menghadapi kondisi pasar keuangan yang volatil dengan tren suku bunga meningkat dan nilai tukar rupiah yang fluktuatif.

Baca Juga: APBN Mencatatkan Defisit Rp 169,5 Triliun per Oktober, Ini Kata Menkeu

Beberapa langkah antisipatif pembiayaan utang yang telah diambil adalah penyesuaian target penerbitan utang tunai melalui lelang pada kuartal IV 2022 dengan mempertimbangkan kondisi kas pemerintah, serta penerbitan SBN domestik dalam rangka Surat Keputusan Bersama (SKB) Ill dengan Bank Indonesia (BI) dioptimalkan.

Editor: Noverius Laoli