KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan memproyeksi realisasi subsidi energi di akhir tahun 2018 tidak akan terlampau jauh dari proyeksi. Berdasarkan outlook pemerintah, anggaran yang dialokasikan untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik tersebut akan mencapai Rp 163,5 triliun hingga akhir tahun. Direktur Jenderal Anggaran Kemkeu Askolani menjelaskan, besaran outlook tersebut ditetapkan dengan menyesuaikan pada kebijakan baru, yaitu subsidi solar yang naik dari Rp 500 menjadi Rp 2.000 per liter, juga tambahan subsidi bagi pengguna listrik di bawah VA. Namun, fluktuasi harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah sejak pertengahan tahun kemungkinan akan berdampak pada perubahan outlook realisasi subsidi energi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pasalnya, besaran outlook tersebut masih memperhitungkan harga minyak Indonesia (ICP) rata-rata sebesar US$ 70 per barel. "Sekarang berdasarkan pemantauan sampai saat ini, (rata-rata ICP) kemungkinan bisa sekitar US$ 68 per barel," ujar Askolani, Rabu (5/12).
Realisasi subsidi energi akhir tahun diperkirakan sekitar Rp 163,5 triliun
KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan memproyeksi realisasi subsidi energi di akhir tahun 2018 tidak akan terlampau jauh dari proyeksi. Berdasarkan outlook pemerintah, anggaran yang dialokasikan untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik tersebut akan mencapai Rp 163,5 triliun hingga akhir tahun. Direktur Jenderal Anggaran Kemkeu Askolani menjelaskan, besaran outlook tersebut ditetapkan dengan menyesuaikan pada kebijakan baru, yaitu subsidi solar yang naik dari Rp 500 menjadi Rp 2.000 per liter, juga tambahan subsidi bagi pengguna listrik di bawah VA. Namun, fluktuasi harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah sejak pertengahan tahun kemungkinan akan berdampak pada perubahan outlook realisasi subsidi energi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pasalnya, besaran outlook tersebut masih memperhitungkan harga minyak Indonesia (ICP) rata-rata sebesar US$ 70 per barel. "Sekarang berdasarkan pemantauan sampai saat ini, (rata-rata ICP) kemungkinan bisa sekitar US$ 68 per barel," ujar Askolani, Rabu (5/12).