JAKARTA. Pemerintah benar-benar memanfaatkan strategi penerbitan obligasi di awal tahun atau front loading. Ini untuk memanfaatkan kondisi pasar keuangan yang sedang stabil sebelum kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS). Baru saja, pemerintah menerbitkan surat utang berdenominasi dollar AS melalui sukuk sebesar US$ 2 miliar, Jumat (22/5) dini hari. Ini merupakan sukuk global keenam dan terbesar yang terbit sejak 2009. Obligasi syariah ini akan jatuh tempo pada tahun 2025 atau bertenor 10 tahun dan dengan yield 4,325% per tahun, sedikit lebih rendah dari sukuk global tahun lalu 4,350%. Tak heran sukuk global kali ini mengalami permintaan lebih dari tiga kali. Permintaan paling banyak dari investor Timur Tengah sebesar 41%, AS 21%, Eropa 16%, Asia 12%, dan Indonesia sendiri sebesar 10%.
Penerbitan sukuk global kali ini dibarengi dengan pengumuman lembaga rating S&P yang merevisi outlook surat utang pemerintah dari stabil menjadi positif. "Total final order adalah sebesar US$ 6,8 miliar dari 240 account," kata Robert, Jumat kemarin (22/5). Penerbitan obligasi valas ini merupakan yang kedua dalam lima bulan pertama tahun 2015. Pada Januari lalu, pemerintah telah menerbitkan global bond berdenominasi dollar AS sebesar US$ 4 miliar. Saat itu, pemerintah juga mengalami kelebihan penawaran hingga 4,8 kali. Walhasil, jumlah utang pemerintah semakin banyak. Kemkeu mencatat realisasi penerbitan surat berharga negara (SBN) hingga 15 Mei 2015 mencapai Rp 156,1 triliun atau 64,4% dari target tahun ini Rp 242,5 triliun (neto). Angka realisasi tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi penerbitan surat berharga negara pada periode yang sama pada tahun lalu yang hanya sebesar Rp 82 triliun. Alhasil, tahun ini pemerintah lebih rajin berutang meski belanja masih minim. Biaya semakin murah Ke depan, pemerintah masih memiliki dua rencana penerbitan surat utang berikutnya yaitu global bond dan samurai bond. Namun, pemerintah masih merahasiakan kapan dan berapa besaran surat utang tersebut. Yang jelas, pemerintah menginginkan porsi penerbitan surat utang valas diperbesar menjadi 23% dari penerbitan SBN secara gross Rp 451,8 triliun. Porsi tersebut lebih besar dibandingkan dengan porsi valas pada tahun-tahun sebelumnya, yakni 20% dari penerbitan total. Sementara sisanya, 80% domestik. Di pasar domestik, pekan depan pemerintah akan kembali melelang surat utang negara (SUN). Tepatnya pada Selasa 26 Mei 2016 dengan target indikatif Rp 10 triliun. Pemerintah optimistis lelang ini akan diminati investor di dalam negeri. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro meyakini, penerbitan SBN pada periode mendatang akan semakin berbiaya murah. Alasannya, lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) baru saja meningkatkan prospek utang jangka panjang Indonesia dari stabil menjadi positif. Ini akan menambah kepercayaan pemerintah menerbitkan SBN.
Ekonom Bank Bank Central Asia (BCA) David Sumual pun sependapat, ke depan investasi portofolio termasuk SBN masih diminati oleh investor asing. Kendati demikian, pemerintah juga harus bisa menarik investasi langsung agar tidak bergantung pada investasi portofolio. "Kuncinya di belanja infrastruktur. Bagaimana caranya pemerintah mempercepat belanja infrastruktur agar investor juga yakin untuk menanamkan modalnya. Kalau mereka masuk, kita tidak akan khawatir jika akan menaikkan suku bunga" kata David. Sah-sah saja pemerintah gencar berutang. Namun, utang harus menjadi aset produktif demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia