Realistiskah mengejar ekonomi 5,2% tahun ini?



KONTAN.CO.ID - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal II 2017 sebesar 5,01% year on year (yoy). Angka itu sama persis dengan angka kuartal I 2017. Namun dibanding pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2016 sebesar 5,18%, pencapaian di kuartal II 2017 melambat.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi semester I 2017 mencapai 5,01% yoy, melambat dari semester I 2016 yang sebesar 5,04% yoy.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% untuk tahun ini masih realistis dan bisa dikejar, “Ya, kenapa tidak?” Katanya di Jakarta, Senin (14/8).


Untuk mencapai target 5,2% itu, artinya pertumbuhan ekonomi kuartal III dan IV 2017 atau semester II harus 5,4%.

“Bisa saja bergeraknya itu tidak langsung 5,4%, tapi kemudian makin tinggi dan seterusnya,” kata Darmin.

Ekonom Maybank Indonesia Juniman mengatakan, dirinya pesimistis dengan target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang dikerek naik mencapai 5,2% dalam APBN-P 2017. Menurut Juniman, angka paling rasional untuk pertumbuhan ekonomi tahun ini sendiri adalah 5,05%.

“Paling banter 5,1%, tetapi paling rasional 5,05%. Di semester II ini kan pemerintah dihadapkan pada penerimaan pajak yang tidak menggembirakan,” ujarnya.

Nah untuk pertumbuhan di semester II sendiri yang harus rata-rata 5,4%. Ia menilai, angka tersebut terlalu besar.

“Susah, kecuali ada extra effort. Kalau pemerintah seperti ini susah. Maka saya juga sayangkan mengapa target harus dinaikkan,” katanya.

Adapun Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menilai, target pertumbuhan ekonomi 5,2% akan sulit dicapai pada tahun ini. Menurut dia, kondisi ini disebabkan oleh penerimaan pajak yang sulit terkejar dan tak adanya ruang untuk penghematan lagi.

“Kemungkinan besar tidak bisa mengejar 5,2%. Karena, kemungkinan masih akan terjadi shortfall pajak tahun ini lantaran  realisasi Januari-Mei cuma 31%, itu dibagi lima dapat penerimaan pajak bulanan, dikalikan 12, shortfall-nya sekitar Rp 344 triliun kalau hitungan asal,” kata dia.

Maka dari itu, menurut Faisal, solusi satu-satunya adalah pemotongan belanja infrastruktur. Namun, langkah itu tidak mungkin terjadi lantaran sudah menjadi program Presiden.

“There is no other choice karena yang rutin-ritin sudah dipotongi. Most likely akan krisis kecil tahun depan, pertumbuhan bisa turun jadi 3% tahun depan,” ucapnya.

Oleh karena itu, ia pun pesimistis pertumbuhan ekonomi tahun depan mencapai 5,4% hingga 6,1%. “Hampir mustahil,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto