Realokasi anggaran BBM harus untuk infrastruktur



JAKARTA. Pemerintah akhirnya resmi mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 2.000 per liter. Harga premium dari sebelumnya Rp 6.500 per liter menjadi Rp 8.500 per liter, sedangkan solar dari Rp 5.500 per liter menjadi Rp 7.500 per liter. Kenaikan ini mulai berlaku malam ini pada pukul 00.00, 18 November.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat kenaikan harga Rp 2.000 akan mengakibatkan inflasi hingga akhir tahun akan berada pada posisi 6,5%. Inflasi ini bila dibanding inflasi pada tahun lalu yang mencapai 8,38% relatif lebih terkendali.

Menurut Lana, yang paling penting dari kenaikan harga ini adalah realokasi anggaran. "Realokasi subsidi digunakan untuk kesejahteraan sosial dan pembangunan infrastruktur," ujar Lana ketika dihubungi KONTAN, Senin (17/11).


Penghematan anggaran yang terjadi dari kenaikan yang mencapai Rp 100 triliun harus digunakan untuk mendongkrak ekonomi tahun depan. Di sisi lain, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual berpendapat, kenaikan harga sebesar Rp 2.000 per liter sesuai dengan ekspetasi harga minyak dunia yang sedang turun.

Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah keberlangsungan jangka panjang. Harga minyak dunia bisa saja terus turun atau mengalami kenaikan, maka dari itu sebaiknya pemerintah menerapkan subsidi tetap.

Dengan subsidi tetap, anggaran subsidi akan stabil hingga akhir tahun. Menurut David, inflasi yang akan terjadi hingga akhir tahun dengan kenaikan Rp 2.000 per liter adalah 7,5%. Sementara itu, untuk inflasi tahun depan adalah 6%-8,5%.

Dengan melihat prediksi inflasi tersebut, David melihat bisa saja Bank Indonesia (BI) melakukan kenaikan suku bunga 25 bps untuk mengimbangi ekspektasi inflasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan