Reasuransi lokal minta batasan minimum retensi jiwa



JAKARTA. Para pelaku reasuransi lokal berniat untuk mengajukan permintaan kepada pemerintah agar memberikan besaran minimum retensi dalam bisnis reasuransi jiwa. Keinginan ini bertujuan untuk mengurangi dan mencegah semakin banyak premi yang mengalir ke perusahaan reasuransi di luar negeri (reasuradur).

Retensi adalah kemampuan pertanggungan perusahaan asuransi. Kemampuan itu diwujudkan dalam bentuk pembayaran premi ke perusahaan reasuransi.Managing Director Maskapai Reasuransi Indonesia (Marein) Agus Muharam mengatakan, untuk mencegah larinya premi asuransi jiwa keluar negeri pemerintah perlu untuk mengatur besaran minimum retensi reasuransi jiwa di Indonesia. "Selama ini bisnis reasuransi jiwa banyak yang diberikan kepada reasuransi asing," ujarnya beberapa waktu yang lalu.Agus bilang selama ini pemerintah belum memberikan aturan mengenai batasan retensi bisnis reasuransi jiwa. Dalam aturan yang selama ini berlaku pemerintah melalui Departemen Keuangan (Depkeu) hanya mensyaratkan dalam konsersium retensi asuransi jiwa tersebut harus melibatkan satu perusahaan reasuransi.

"Jadi perusahaan asuransi jiwa melibatkan reasuransi lokal hanya untuk memenuhi Undang-Undang saja, hal ini membuat premi reasuransi lokal dari bisnis asuransi jiwa kecil. Selain itu reasuransi asing lebih memilih langsung masuk ke Indonesia untuk menggarap asuransi jiwa," terangnya.Agus menambahkan saat ini pihaknya dan reasuransi lokal lainnya sedang melakukan pembicaraan mengenai berapa besaran retensi minimal yang nantinya jadi acuan. "Kalau sudah ada keputusannya nantinya akan kami ajukan kepada pemerintah. Paling tidak kami ingin besaran retensinya sama dengan bisnis reasuransi umum," jelasnya.Informasi saja, selain, Marein terdapat 3 perusahaan reasuransi lokal di Indonesia. Yakni, Tugu Reasuransi Indonesia (Tugu Re), Reasuransi Nasional (Nas Re) dan Reasuransi Internasional Indonesia (Re Indo). Peraturan tentang batas minimum dan maksimal retensi perusahaan asuransi dan reasuransi di Indonesia tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 1999 dan Keputusan Menteri keuangan No. 481/KMK.017/1999. Kemudian Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan tentang retensi sendiri perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. SK bernomor Kep-1297/LK/2000 berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu 23 Maret 2000. Surat Keputusan ini membagi jenis-jenis penutupan asuransi menjadi 12 cabang yang secara implisit memperlihatkan bahwa peraturan ini ditujukan hanya untuk perusahaan asuransi umum dan reasuransi. Presiden Direktur Tugu Re Moro W Budhi menyatakan premi industri asuransi nasional yang lari ke reasuradur internasional diperkirakan lebih dari 70%, sehingga menyebabkan banyaknya uang di dalam negeri yang keluar dari Indonesia. "Tingginya premi yang lari ke luar negeri tersebut akibat dari harga preminya yang relatif lebih murah dan kapasitas pertangungan di dalam negeri yang belum dapat memenuhi permintaan," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa