JAKARTA. Pada pertengahan Maret 2016, beberapa direksi bank nasional sempat dikagetkan dengan adanya dua lembar surat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang intinya meminta bank agar tidak mengikuti sertifikasi manajemen risiko dari LSPP sampai lembaga tersebut dapat memenuhi international best practice. Dalam surat tersebut disebutkan alasan OJK melarang sertifikasi manajemen risiko dari LSPP. Alasannya, kualitas sertifikasi manajemen risiko yang diadakan LSPP belum memperoleh pengakuan atau mengacu dari Internasional best practices dari lembaga seritifkasi internasional seperti Global Association of Risk Profesiional (GARP) dan Professional Risk Manager’s Internastional Association (PRIMA). Sebagai gantinya OJK meminta bankir untuk melakukan sertifikasi profesi manajemen risiko ke Badan Seritikasi Manajemen Risiko (BSMR).
Sebagai gambaran LSPP merupakan lembaga sertifikasi yang didirikan dari beberapa organisasi profesi bankir seperti Ikatan Bankir Indonesia (IBI), Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) dan (Asosiasi Bank Syariah Indonesia) Asbisindo. Sedangkan LSPP merupakan lembaga swasta yang awalnya didirikan karena menindaklanjuti Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/19/PBI/2009 tentang Sertifikasi Manajemen Risiko Bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum. Beberapa bankir mengaku agak heran dengan surat edaran tersebut, hal ini karena selama ini mereka sudah lama menggunkaan LSPP sebagai acuan sertifikasi. Sumber KONTAN di kalangan bankir mengatakan bisa jadi surat edaran terkait dengan keharusan penggunaan sertifikasi BSMR ini merupakan persaingan bisnis sertifikasi. “Karena selama bisnis sertifikasi didominasi oleh LSPP,” ujar sumber tersebut. Direktur Utama Bank Kesejahteraan Sasmaya Tuhuleley mengatakan selama ini dirinya sudah mencoba dua tipe sertifikasi ini. Sasmaya mengakui bahwa biaya sertifikasi untuk LSPP relatif lebih terjangkau dibandingkan dengan BSMR. “Seminggu lalu kami mendapati surat lanjutan dari LSPP yang isinya adalah sertifikasi dari lembaga ini ditunda sementara waktu menunggu hasil pembahasan dengan OJK," ujar Sasmaya kepada KONTAN, Senin, (18/4). Sasmaya mengatakan, fek dari penundaaan tersebut menyebabkan bankir sementara waktu tidak bisa melakukan sertifikasi melalui LSPP dan harus mencari alternatif ke BSMR. OJK membantah adanya kepentingan bisnis terkait dengan surat edaran tersebut. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan tujuan utama OJK mengaluarkan surat tersebut adalah terkait dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai syarat sertifikasi berstandard internasional di bidang manajemen risiko. “Hal ini juga terkait dengan hasil evaluasi yang dilakukan Badan Nasional Sertifikasi Profesi, jadi kami mendorong LSPP untuk segera memenuhi persyaratan tersebut karena era MEA sudah tiba dan mereka sudah sepakat sudah menyerahkan roadmap,” ujar Nelson kepada KONTAN, Senin, (18/4).
Selain surat pertama yang dikirimkan ke bankir pada pertengahan Maret 2016 lalu, OJK juga mengirimkan surat kedua yang merupakan penegasan bahwa sertifikasi yang ada tetap berlaku, sehingga bankir yang sedang melalukan sertifikasi bisa tetap dilanjutkan di LSPP. Nelson menegaskan, bahwa secara umum inti surat yang dikirimkan OJK ke bankir ini ditujukan untuk mengatur sertifikasi level direksi atau pengurus bank. “Untuk level dibawah itu tidak kita atur, jadi bisa tetap menggunakan sertifikasi LSPP tidak harus BSMR,” ujar Nelson. Namun penegasan OJK ini agak sedikit terganjal dengan surat lanjutan yang dikirimkan LSPP ke bankir yang membekukan sementara seritifikasi sebelum adanya kejelasan dari OJK. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan