Regulasi Aset Kripto Bakal Diatur OJK dan BI di RUU P2SK, Ini Tanggapan Bappebti



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan DPR akan membahas Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK). Di RUU P2SK tersebut, salah satunya mengatur aset kripto.

Kelak, pengawasan aset kripto akan dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).

Menanggapi hal tersebut, Plt Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengaku pihaknya akan terus mendukung keputusan pemerintah. Namun, aset kripto harus tetap menjadi aset dan bukan menjadi mata uang.


“Mari kita kawal agar kripto tidak menjadi mata uang tapi tetap menjadi aset. Bagaimanapun saya adalah orang pemerintah yang tentu akan taat kepada keputusan pemerintah, itu yang harus sama-sama kita sepakati dulu,” tutur Didid dalam forum diskusi, Rabu (2/11).

Baca Juga: Krito Doge Melesat 111% Pasca Elon Musk Jadi Pemilik Twitter

Namun, ia menegaskan, beralihnya pengawasan dan regulasi aset kripto dari Bappebti ke  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga Bank Indoensia (BI) bukan berarti  Bappebti tidak mampu mengatur regulasi aset kripto.

Meski ada kekurangan, Didid menegaskan, sejauh ini Bapeppti sudah mampu menjaga dan mengawal aset kripto dengan baik. Terbukti, sampai dengan Oktober 2022 pengguna aset kripto sudah mencapai 16,1 juta pelanggan.

“Kasus dengan aset kripto beberapa kasus  relatif bisa kami dislesaikan dengan baik. Kalau ada pelanggan yang merasa ditipu uang yang hilang kita selesaikan dengan bai. Jadi, kalau ada yang bilang apakah Bappebti tidak kompeten? saya menolak itu,” kata dia.

Terlepas dari pencapaian tersebut, Didid memang mengakui bahwa Bappebti belum bisa membentuk bursa aset kripto. Namun saat ini pihaknya sedang mengupayakan mewujdukan hal itu dalam waktu dekat. Paling tidak akan selesai sebelum masa transisi peralihan regulasi aset kripto ke OJK.

Ia berharap, dengan adanya peralihan regulasi aset kripto baik ke OJK maupun BI ini bisa sama-sama dijaga dengan baik dan tetap sustainable.

Sementara, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, disaat yang bersamaan dengan pembahasan RUU PPSK, kehadiran Peraturan Bappebti No.8/2021 yang mengatur tentang pedoman penyelenggaraan perdagangan pasar fisik aset kripto di bursa berjangka memerlukan berbagai masukan dari seluruh pemangku kepentingan.

Menurutnya, untuk menghindari tumpang tindih pengaturan aset kripto, maka RUU PPSK dan Peraturan Bappebti harus dilakukan harmonisasi.

“Bappebti sudah memiliki peraturan sebagai payung hukum bursa berjangka aset kripto, maka RUU PPSK idealnya disinkronkan dengan pengaturan di dalam Perba 8/2021 karena sama-sama bicara soal aturan aset kripto. Jangan ada dualisme antara Bappebti dengan otoritas lainnya, karena bisa menghambat pengembangan aset kripto,” kata Bhima.

Bhima bilang, Bappebti seharusnya menitikberatkan pada mitigasi risiko yang muncul di industri ini. Di Peraturan Bappebti sendiri setidaknya harus ada perbaikan teknis persyaratan modal minimum bursa berjangka, dan lembaga kliring.

Kemudian, tempat penyimpanan aset kripto sehingga tidak menghambat berkembangnya infrastruktur perdagangan aset kripto di Indonesia, serta membuka kesempatan kepada bursa berjangka existing untuk terlibat dalam perdagangan aset kripto.

“Waktu tidak banyak sehingga Bappebti diminta segera merevisi poin dalam peraturan aset kripto sebelum RUU P2SK disahkan. Kalau perlu setelah peraturab direvisi maka Bappebti bisa segera meluncurkan Bursa Berjangka Aset Kripto,” jelasnya.

Baca Juga: Bappebti Sebut Transisi Regulasi Aset Kripto ke BI dan OJK Butuh Waktu 5 tahun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat