Regulasi Teknis Dapat Kritik Dari Pengusaha, Begini Respons Kemenperin



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan terbuka atas keluhan atau masukan dari para pelaku usaha pasca terbitnya beberapa regulasi teknis pendukung kebijakan dan pengaturan impor. 

Sebagai informasi, regulasi yang dimaksud antara lain Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 1, 4, 5, 6, 7, dan 8 Tahun 2024. Keenam Permenperin ini berisi tata cara penerbitan pertimbangan teknis (Pertek) impor sejumlah komoditas seperti besi dan baja, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, perbekalan peralatan rumah tangga, tekstil dan produk tekstil (TPT), tas, alas kaki, produk elektronik, katup, dan komoditas industri kimia hulu tertentu.

Permenperin tadi merupakan regulasi pendukung dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36/2023 yang diubah menjadi Permendag No. 3/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.


Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menyampaikan, kehadiran aturan tata cara penerbitan Pertek komoditas impor justru untuk menolong produk-produk manufaktur nasional agar daya saingnya meningkat.

Baca Juga: Ada Libur Lebaran, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) April 2024 Turun Menjadi 52,30

Lebih jauh, dalam memberlakukan kebijakan dan pengaturan impor, pemerintah telah mempertimbangkan besaran kebutuhan bahan baku atau penolong impor. Dari situ dapat diketahui berapa banyak bahan baku yang bisa diperoleh dari hasil produksi dalam negeri dan berapa banyak yang mesti diimpor.

"Ini yang ingin kami kendalikan. Tujuan kebijakan ini untuk melindungi industri dalam ngeri agar dapat bersaing dengan produk impor," ungkap Febri dalam konferensi pers, Senin (29/4).

Kemenperin memahami ada beberapa pelaku usaha yang mengalami kesulitan mengurus Pertek baik dari segi waktu pengajuan maupun kuota impor yang diperoleh pasca penerbitan Pertek. Kemenperin mempersilakan para pelaku usaha untuk menyampaikan berbagai keluhan yang dihadapi.

"Pada dasarnya kami terbuka dengan pelaku usaha. Kan kami selalu komunikasi bersama asosiasi industri untuk membuat kebijakan dan implementasi kebijakan," jelas dia.

Baca Juga: Puluhan Ribu Ton Baja Ilegal Dimusnahkan, Begini Tanggapan Kemenperin

sebelumnya, Indonesia Packaging Federation (IPF) menilai, Permenperin terkait penerbitan Pertek komoditas impor bakal makin mempersulit kegiatan usaha para produsen kemasan nasional.

Sebab, sebanyak 50% kebutuhan resin plastik untuk kemasan masih harus diimpor. Hanya ada dua perusahaan di Indonesia yang mampu memproduksi resin plastik terlazim yakni polietilen (PE) dan polipropilena (PP). Itu pun jumlahnya tidak lebih dari 10 jenis resin saja.

"Semua hal ini dalam aturan teknis baru disamaratakan hanya dalam beberapa HS Code, sehingga harus ada izin khusus dengan laporan surveyor yang berbiaya mahal dan memakan waktu lebih lama," ungkap Business Development Director IPF Ariana Susanti, Senin (22/4) lalu.

Baca Juga: Aturan Soal Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Mendorong Industri di dalam Negeri

Kondisi ini jelas membuat biaya produksi kemasan di Indonesia membengkak dan menggerus daya saing terhadap produsen kemasan dari negara-negara tetangga di Asia Tenggara.

Senada, Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menganggap regulasi tata cara penerbitan Pertek dari Kemenperin belum menjawab masalah kebutuhan impor pelaku usaha. Yang ada, beleid ini malah makin memperkuat kesan bahwa pemberian izin cenderung berbasis pada diskresi pada kebijakan di Kemenperin. Ditambah lagi, formula pemberian kuota impor belum jelas sampai saat ini.

"Akibatnya, pelaku usaha yang jujur akan semakin sulit mendapatkan kepastian hukum terkait izin impornya," tandas Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati