KONTAN.CO.ID - BEIJING. Kepala regulator perbankan dan asuransi China mengatakan, China harus mewaspadai munculnya kembali pinjaman yang masuk dalam kategori
shadow banking dan harus segera membuang aset bermasalah sesegera mungkin. Mengutip
Reuters, Minggu (16/8), dalam beberapa tahun terakhir China telah menekan
shadow banking, karena khawatir tentang risiko terselubung dalam pinjaman kompleks dengan volume tinggi dan berpotensi berisiko di sektor ini.
Baca Juga: Pernyataan shadow banking di Koperasi berujung polemik, begini penjelasan Kemenkop Tetapi karena ekonomi yang lemah memberi tekanan pada bisnis dan individu, pihak berwenang khawatir
shadow banking dan pinjaman ilegal melonjak. Setelah wabah virus corona tahun ini, bank berisiko tinggi dengan struktur kompleks dapat bangkit kembali, kata Guo Shuqing, ketua Komisi Pengaturan Perbankan dan Asuransi China dalam sebuah artikel yang diterbitkan di jurnal Partai Komunis Qiushi. "Sedikit pelonggaran peraturan dapat menyebabkan kebangkitan kembali, dan semua upaya sebelumnya akan sia-sia," tulis Guo. Ia memperingatkan, akibat epidemi virus corona,
leverage diperkirakan akan pulih secara signifikan dalam ekonomi China tahun ini, dan kredit macet lembaga keuangan dapat meningkat secara substansial. Menurut Guo, setelah epidemi
black swan (angsa hitam), tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas aset akan memburuk, dan karena jeda waktu, klasifikasi aset saat ini belum secara akurat mencerminkan risiko sebenarnya. Peristiwa
black swan mengacu pada kejadian tak terduga yang biasanya memiliki konsekuensi ekstrem. Lembaga keuangan harus membuang aset bermasalah sedini mungkin, dan menutupinya hanya akan membawa konsekuensi serius, kata Guo. China juga harus menerapkan langkah-langkah yang ditargetkan dalam menangani institusi dengan berbagai tingkat risiko, katanya.
Di luar China, faktor eksternal juga dapat mengancam keamanan finansial, kata Guo.
Baca Juga: Marak koperasi berpraktik shadow banking, akhirnya gagal bayar, ini ciri-cirinya Kerjasama internasional saat ini tidak ideal, dan daftar entitas AS yang diberlakukan pada beberapa perusahaan termasuk perusahaan China telah menambah ketidakpastian pada pemulihan ekonomi global dan mengganggu stabilitas dan keamanan keuangan, katanya. Washington membatasi penjualan barang AS kepada perusahaan yang termasuk dalam daftar entitas.
Editor: Herlina Kartika Dewi