JAKARTA. Tahun ini DPP REI baru dapat merealisasikan pembangunan sebanyak 32.076 unit Rumah Sederhana Tapak (RST) dari komitmen awal sebanyak 114.000 unit. Jumlah unit yang sudah dibangun itu di 20 DPD REI dalam rangka keikutsertaan REI melaksanakan Program Sejuta Rumah yang dicanangkan oleh pemerintah. "Kami cuma mau menyampaikan perkembangan yang sudah kami lakukan. Semua sudah kami koordinasikan dengan DPD yang sudah merealisasikan targetnya," ujar Eddy Hussy kepada
KOMPAS.com, Jumat (26/6). "Jadi, sisa yang akan kami bangun itu sekitar 80.000-an unit lagi di tahun ini. Kalau tidak terkejar, kami masukkan sebagai cadangan untuk tahun depan," tambahnya.
Eddy mengakui, masih ada beberapa kendala untuk melaksanakan Program Sejuta Rumah tersebut. Pertama, masalah perizinan, terutama yang dialami pengembang REI di daerah atau DPD. Kendala kedua adalah masalah lahan. Eddy mengaku tidak ada masalah untuk komitmen pembangunan 114.00 unit. "Tapi untuk pembangunan unit-unit berikutnya setelah ini kita masih belum tahu. Lahan makin susah, itu sudah pasti," ujarnya. Sementara masalah ketiga adalah penetapan harga maksimum Rp 200 juta per unit. Menurut dia, dengan kriteria penghasilan Rp 4 juta per bulan dan tenor bunga 20 tahun, mestinya tidak akan ada masalah jika ditetapkan rentang harga Rp 200 juta sampai Rp 220 juta per unit. "Harga Rp 200 juta itu bebas PPN dan PPH satu persen. Tapi, tiap daerah akan berbeda nantinya," ujar Eddy. Rekomendasi untuk pemerintah Eddy mengatakan, jumlah target yang ditetapkan oleh pengembang REI dalam progam Sejuta Rumah tersebut telah melalui penghitungan cermat dan evaluasi di Dewan Pengurus Daerah (DPD) REI pada masing-masing daerah. Dia optimistis komitmen tersebut akan dapat terlaksana sesuai rencana dan tercapai apabila kendala-kendala permasalahan berupa regulasi, perizinan, dan eksekusi di lapangan dapat diselesaikan. Adapun REI sendiri merekomendasikan kepada pemerintah beberapa poin penting untuk mensukseskan program tersebut yang meliputi: -Sinkronisasi regulasi dan birokrasi yang terkendali dan terlaksana hingga tingkat pelaksana. Hal tersebut khususnya upaya penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Pengendalian Harga dan Pembebasan Tanah, Penyederhanaan dan Pembebasan Biaya Perijinan untuk Rumah MBR, Waktu dan Biaya Sertifikasi, serta Regulasi yang Terintegrasi.
- Meningkatkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendaah (MBR). Hal tersebut meliputi penyediaan dana yang memadai, suku bunga maksimal 5 persen, subsidi uang muka, BPHTB 1 persen, adanya komitmen dari bank pelaksana, KPR bagi pekerja sektor informal, serta bantuan uang muka bagi PNS/TNI-Polri. - Sinergi kuat antara pemerintah dan swasta untuk meningkatkan penyediaan perumahan bagi MBR. Hal ini meliputi pemanfaatan lahan milik pemda, kredit pemilikan lahan, kredit konstruksi FLPP, keringanan pajak, dukungan infrastruktur dan kelistrikan. "Juga penentuan harga jualnya yang dapat dipatok maksimal sebesar Rp 200 juta dan maksimal Rp 10 juta per m2 untuk rusunami dengan kenaikan di tahun berikutnya sebesar 5 persen plus inflasi di tahun berjalan," kata Eddy. (Latief) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia