REI Beri Masukan BI Soal Beleid KPR Inden



JAKARTA. Rencana Bank Indonesia (BI) mengeluarkan beleid larangan praktik Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk rumah inden, alias rumah yang belum selesai dibangun, menuai kritik. Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) berencana memberi masukan kepada BI sebelum kebijakan ini diterapkan.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI Setyo Maharso bilang, pekan ini, REI akan bertemu BI untuk memberikan masukan. "Kami berharap BI menunda kebijakan itu," ujarnya, Rabu (18/9).

Menurut Setyo, waktu implementasi kebijakan ini kurang tepat karena kondisi ekonomi sedang tidak stabil. REI khawatir, beleid larangan KPR inden membuat pengembang kesulitan pendanaan untuk membangun rumah.


Jika BI bersikeras menerbitkan beleid ini, kata Setyo, REI meminta keran kredit konstruksi kembali dibuka agar pengembang punya sumber pembiayaan. Asal tahu saja, BI menyetop pengucuran kredit konstruksi sejak krisis moneter tahun 1998. Kini, hanya Bank Tabungan Negara (BTN) yang bisa mengucurkan kredit konstruksi, tapi khusus untuk rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan nominalnya kecil.

Jika pengembang seret modal, imbasnya pasokan rumah bisa terhambat. Investasi juga bisa lari ke luar negeri. "Saat BI menaikkan loan to value (LTV) untuk rumah kedua pada Juli 2013, pertumbuhan real estate Singapura melonjak dari di bawah 10% menjadi 16%," tutur Setyo.

Setyo bilang, ketakutan BI akan adanya aksi spekulasi berkedok KPR inden tak beralasan karena konsumen yang membeli rumah dengan KPR pasti bertujuan untuk ditempati. "Kalau konsumen membeli rumah lewat KPR lalu dijual lagi dalam waktu singkat, justru rugi karena harus bayar penalti," jelasnya.

Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk, Theresia Rustandi juga bilang implementasi kebijakan ini kurang tepat. "Tidak mungkin ada spekulan yang pakai KPR, karena spekulan pasti punya uang tunai," ujarnya. Di Intiland, komposisi pembeli dengan fasilitas KPR terus bertambah dari 30% tahun lalu menjadi 40%-50% tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi