REI dan P3RSI akan ajukan judicial review peraturan menteri tentang Rusun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pengembang yang tergabung dalam Real Estat Indonesia (REI) dan Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) akan mengajukan gugatan Judicial Review terhadap Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No 23/PRT/M/2018 tentang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS). Pasalnya, Permen yang diterbitkan oleh Menteri PUPR pada Oktober 2018 lalu tersebut dinilai terlalu dipaksakan dan tidak berkeadilan. 

Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum REI dan P3RSI mengatakan, pihaknya akan mengajukan gugatan lantaran Permen tersebut telah menimbukan ketidakpastian hukum dan menimbulkan keresahan para pengembang apartemen/rusun. 

Setidaknya ada enam kejanggalan dalam Permen PUPR itu. Pertama, pada Pasal 19 ayat 3 terkait Pemilihan Pengurus PPPSRS bertentangan dengan UU karena UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Rusun) pasal 75 tidak mengatur hak suara dalam pembentukan PPPSRS. Demikian juga dalam keputusan MK No.35/PUU-XIII/2015 tentang pemilihan pengurus PPPSRS. 


Kedua, lampiran Permen Nomor 23 Tahun 2018 dalam anggaran dasar menyalahi UU karena terdapat penambahan hak yang tidak sesuai. Ketiga, pembatasan kuasa dalam pasal 15 ayat 3 membatasi hak seseorang maupun badan hukum dalam pengambilan suara, bertentangan dengan KUH Perdata maupun Undang-undang Perseroan Terbatas. Keempat, Wakil Badan Hukum yang menjadi pengurus PPPSRS di lampiran 1 Permen Nomor 23/2018 itu juga mengurangi hak badan hukum dalam pengambilan suara. 

Kelima, larangan pengurus PPPSRS menjadi pengurus PPPSRS di tempat lain dalam lampiran 2 Permen Nomor 23/2018. Keenam, kerancuan pasal 24 ayat 1 huruf (a) kontradiktif dengan pasal 28 ayat 2 mengenai pencatatan akta pendirian AR, ART P3SRS. 

Selain itu, Permen Nomor 23 itu juga diterbitkan tanpa melalui pembahasan dengan pelaku pembangunan dan tidak mengacu kepada pasal-pasal acuan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun, dimana dalam pasal 78 mendelegasikan kewenangan pengaturan terkait dengan PPPSRS melalui PP bukan Permen. Sedangkan hingga saat ini, rancangan PP juga masih dalam pembahasan.

“Permen diterbitkan mendahului diterbitkannya PP, sehingga secara hukum Permen tersebut tidak mempunyai payung hukum baik secara delegatif maupun aributif. Oleh karenanya berdasarkan pada hierariki peraturan perundang-undangan,” kata Yusril, dalam siaran persnya, Kamis (17/01). 

Terkait hak suara pemilihan pengurus dan pengawas PPPSRS, lanjut Yusril, juga tidak diatur secara spesifik dalam UU Nomor 20 Tahun 2011, karena secara tegas UU tersebut mendelegasikannya kepada PP. “Namun demikian, Permen yang No 23 yang sudah diterbitkan tersebut justru mengatur sesuatu yang bukan diamanatkan UU kepadanya,” tegasnya.

Sementara, Wakil Ketua Umum Real Estate Indonesia, Mualim Wijoyo mengatakan, Permen PUPR ini sangat salah kaprah lantaran menginginkan agar pengembang tidak terlalu mendominasi dalam mengambil keputusan saat pengembangan dan pengelolaan komplek apartemen. Padahal kekhawatiran itu tidak berdasar, sebab pengembang tentu menginginkan apartemen/rusun yang telah dibangunnya itu bisa terus terjaga dan terkelola dengan baik. 

Sebab, Jika apartemen itu tidak terkelola dengan baik, tentu nama pengembang itu sendiri yang akan tercoreng dan akan sulit untuk membangun atau menjual produk apartemen lainnya di masa yang akan datang. 

"Pengembang membangun 3.000 unit apartemen, tetapi dalam Permen itu hanya mendapatkan satu suara. Jika suara tidak berimbang, tentu bisa mengganggu kepentingan pengembang. Padahal kepentingan kami adalah produk yang kami bikin itu menjadi produk yang baik, nyaman, dan aman," kata Mualim.

Ketua P3SRI Adjit Lauhatta juga berpendapat sama. Menurutnya, saat ini tren pembangunan properti khususnya apartemen di kota-kota besar semakin masif seiring dengan meningkatnya permintaan dari kaum urban. Jika aturan yang ada saat ini tidak mendukung, maka tidak ada pengembang yang mau berinvestasi di pembangunan apartemen/rusun. “Jika aturannya tidak kondusif dan justru mengkebiri, tentu tidak ada yang mau masuk kesitu,” kata Adjit.

Wakil Ketua Umum Bidang Perundang-undangan dan Regulasi Properti DPP REI, Ignesjz Kemalawarta berharap pemerintah mau mendengar masukan dari para pengembang. Dengan demikian timbul keadilan yang sama-sama menguntungkan demi terciptanya iklim usaha dibidang pembangunan apartemen menjadi kondusif dan menjadi lebih meningkat lagi kedepannya. "Kita berharap pemerintah mau mendengarkan, sehingga muncul keadilan dan aturan tidak turun secara sebelah pihak saja," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .