REI targetkan membangun 250.000 rumah rakyat tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) menargetkan pembangunan rumah sebanyak 450.000 unit tahun ini. Sekitar 250.000 akan dibangun rumah bersubsidi atau hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan 200.000 merupakan rumah non subsidi.

Sementara sepanjang 2017, REI berhasil membangun sebanyak 206.290 unit rumah bersubsidi di seluruh Indonesia dan 170.000 unit rumah non subsidi. Realisasi tersebut melampaui target yang ditetapkan asosiasi tersebut sebanyak 200.000 unit.

Ketua Umum DPP REI, Soelaeman Soemawinata mengaku puas dengan capaian pembangunan rumah bersubsidi untuk rakyat yang dibangun anggota REl di seluruh wilayah. Meski diakui sebenarnya realisasi pembangunan tersebut bisa lebih banyak lagi bila mendapat dukungan penuh dari seluruh stakeholder terutama pemerintah daerah, perbankan, PLN dan PDAM.


"Perlu dijelaskan bahwa 206.290 unit itu adalah rumah subsidi yang sudah terbangun, jadi yang sudah siap dihuni. Sebagai pengembang peran dan tugas kami adalah membangun, sehingga targetnya pembangunan. Kalau berdasarkan akad kredit mungkin datanya ada di bank atau PPDPP Kementerian PUPR," ungkap Eman, dalam keterangan resminya, Rabu (31/1).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Sekretariat DPP REI, lima besar daerah penyumbang pembangunan rumah MBR di 2017 adalah Jawa Barat sebanyak 24.380 unit, Jawa Timur 19.265 unit, DKI Jakarta 17.921 unit, Sumatera Utara 13.273 unit, dan Sulawesi Selatan 12.059 unit.

Sedangkan lima daerah dengan pembangunan terendah adalah Maluku hanya 241 unit, Khusus Batam 335 unit, DI Yogyakarta 362 unit, Maluku Utara 474 unit dan Bangka Belitung 672 unit.

Eman memproyeksikan realisasi pembangunan rumah subsidi akan meningkat sepanjang tahun ini. "Kalau menurut kesanggupan daerah tahun ini targetnya 236.261 unit. Tapi saya maunya digenjot lebih kencang, kalau bisa sampai 250 ribu unit," kata Eman.

Dia optimistis realisasi pembangunan rumah subsidi oleh REI di 2018 bisa meningkat didasari berbagai pertimbangan antara lain kebutuhan masyarakat yang masih tinggi terhadap rumah murah terjangkau, adanya komitmen pemerintah untuk penyediaan rumah rakyat melalui Program Sejuta Rumah serta kuatnya semangat pengembang anggota REI untuk membangun rumah subsidi.

Inisiatif Kementerian PUPR yang melaksanakan percepatan Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) dengan 40 bank mitra pada 21 Desember 2017 juga turut menjadi pemacu suplai rumah subsidi karena proses akad kredit sudah bisa dilakukan pede Januari 2018.

Titik fokus pembangunan rumah rakyat oleh REI masih akan diprioritaskan pada empat target pasar yakni PNS, TNI/Polri, pekerja di sekitar kawasan industri, dan kelompok masyarakat sektor informal.

"Saya kira program PSR ini baik sekali, sehingga kami harus dukung. Ini menunjukkan pengembang masih punya idealisme dan kesempatan yang sama mulia untuk membantu negara sesuai kompetensi kami yakni membangun rumah. REI harus berbuat banyak melalui program ini,“ tegas Eman.

REI berharap dengan mendukung PSR sekaligus dapat menjadi trigger (pemicu) bagi bisnis anggota-anggotanya di daerah. Karena mayoritas anggota REI adalah pengembang rumah subsidi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Saat ini hampir 70% anggota REI adalah pengembang rumah subsidi. Meski begitu diakui Eman, pelaksanaan PSR masih dihadapkan oleh berbagai hambatan antara lain belum terealisasinya kebijakan penyederhanaan perizinan untuk pembangunan rumah bersubsidi sesuai amanah PP No 64 tahun 2016, masih terjadinya bottle neck penyaluran subsidi FLPP oleh perbankan di sejumlah daerah karena kekurangan SGM, serta masih adanya kendala teknis dan operasional di 2011 yang perlu dibenahi.

REI juga tengah melakukan riset spesifikasi teknis struktur dan arsitektur untuk rumah subsidi. Diharapkan hasil riset yang dilakukan oleh REI dapat memberi masukan kebijakan bagi PUPR, sehingga menghasilkan spek rumah subsidi yang tepat dan murah untuk peningkatan laju pembangunan rumah MBR diseluruh daerah.

“Kami yakin pemerintah senantiasa mendukung bisnis properti secara konkret terutama terkait perizinan di daerah, karena terbukti industri ini dapat menjadi stimulan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor riil,” ungkap dia.

Sebenarnya, lanjut Eman, posisi REI hanya relawan dalam pembangunan rumah rakyat, karena sesuai amanah UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman upaya menyediakan rumah rakyat merupakan wewenang dan tanggungjawab pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Oleh karena itu, sangat disayangkan bila dalam tiga tahun PSR berjalan, belum seluruh pemangku kepentingan memberikan perhatian dan kepedulian terhadap program strategis nasional tersebut, khususnya terkait kemudahan perizinan, serta dukungan dalam penyediaan listrik dan air di lokasi perumahan subsidi yang dibangun anggota REI.

Penyediaan listrik dan air bersih merupakan salah satu syarat untuk akad kredit. Kalau spiritnya tidak sama, kemudian pasokan listrik atau air lama, maka akad kredit tertunda dan yang menderita adalah pengembang, karena menanggung bunga kredit konstruksi (modal kerja) yang tinggi. Padahal marjin membangun rumah subsidi sangat kecil yakni di bawah 10%.

REI saat ini terus memperjuangkan agar pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (0in dapat mendorong suku bunga kredit konstruksi dapat diturunkan sehingga finansial pengembang rumah subsidi bisa lebih kuat. Saat ini bunga kredit konstruksi untuk pengembang subsidi disamakan dengan bunga buat pengembang nonsubsidi yang berkisar 11%-13%. Sementara untuk pembeli rumah subsidi pemerintah sudah menyediakan KPR dengan suku bunga 5% dan uang muka 1%

”Kami kira program ini bagus sekali tapi akan sulit terealisasi kalau belum semua stakeholder bergerak. REI tidak bisa lari sendiri, karena kami butuh support pemangku kepentingan lain, mengingat PSR ini adalah program strategis nasional dan bagian dari Nawacita Presiden Jokowi,” papar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia