REI tolak PPnBM properti Rp 2 miliar



JAKARTA. Organisasi pengembang Realestat Indonesia (REI) tidak sependapat dengan wacana pemerintah terkait Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) yang dikenakan pada properti dengan nilai Rp 2 miliar ke atas.

Menurut Ketua Umum REI Eddy Hussy, wacana ini sangat bertentangan dengan paket kebijakan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo. Saat ini pelaku industri properti sedang dalam proses mendetailkan kebijakan deregulasi, jadi tidak perlu ada sosialisasi prematur atas kebijakan yang berpotensi meresahkan pelaku pasar.

"Kami sangat mengapresiasi pemerintah menjadikan industri properti sebagai salah satu lokomotif perekonomian dalam paket deregulasi ekonomi tapi wacana prematur soal PPNBM ini bisa meresahkan pasar," ujar Eddy dalam keterangan tertulis, Selasa (15/9)


Eddy berharap, ada pembahasan lebih lanjut antara pemerintah, pengembang dan stakeholder industri properti untuk mendetailkan kebijakan. Dia mengaku, sudah melakukan kajian dan siap untuk berdiskusi dengan pemerintah.

Di satu sisi, Eddy melihat keinginan Pemerintah untuk menerapkan kebijakan baru tersebut adalah demi memenuhi target penerimaan negara 2015 dari sektor perpajakan. Namun, hal tersebut perlu sejumlah pertimbangan agar revisi aturan perpajakan bagi subsektor properti yang berkategori mewah dan sangat mewah dapat diimplementasikan dengan baik. Revisi ini juga diharapkan mampu menjaga sektor properti terus bertumbuh.

Genjot pajak tanpa merugikan properti

Jika properti dengan harga di atas Rp 2 miliar dikenakan PPnBM maka sektor properti akan terbebani pajak penjualan sebesar 45%. Rinciannya Pajak Pertambahan Nilai 10 persen, Pajak Penghasilan 5 persen, PPnBM 20 persen, Pajak Sangat Mewah 5 persen, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5%.

Belum lagi pajak-pajak yang harus ditanggung oleh pengembang sebelumnya, seperti pajak Kontraktor (PPN maupun PPh), akuisisi lahan, sertifikat induk, dan sebagainya.

REI dan segenap pelaku industri properti menyadari pentingnya kebijakan Pemerintah dalam mendorong peningkatan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Namun, penerapan target penerimaan negara itu tentu jangan sampai justru melemahkan sektor properti.

Pasalnya, kalangan pengembang sudah merasakan adanya perlambatan pertumbuhan penjualan pada tahun 2014 karena itu untuk tahun ini kemungkinan perlambatan akan terus berlanjut pada tahun 2015 ini.

"Diprediksi jika rumah seharga Rp 2 miliar terkena PPnBM, maka konsumen akan menahan diri untuk membeli properti. Penjualan properti pengembang menjadi terhambat yang berpotensi mengganggu sektor industri lainnya baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan sektor properti," jelas Eddy.

Dia khawatir, apabila pelemahan ini terus berlanjut akan berdampak terhadap sektor industri lainnya, termasuk di dalamnya industri perbankan selaku sektor penunjang bagi pergerakan industri properti nasional, serta akan mengurangi penyerapan tenaga kerja yang jumlahnya sangat besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri