Rekapitulasi bakal molor, KPU diminta sidang panel



JAKARTA. Hasil Pemilihan Legislatif 2014 yang seharusnya ditetapkan tanggal 9 Mei 2014 masih berpotensi molor dari jadwal. Meskipun sudah menetapkan 21 provinsi dibandingkan sebelumnya yang hanya 14 provinsi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih harus menyelesaikan utang penetapan rekapitulasi untuk 12 provinsi. Di sisi lain, perkara distribusi suara yang banyak tertukar dan penggelembungan suara makin mewarnai dinamika Pileg.

Menurut Lena Muryana Mukti, salah satu kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP), kondisi saat ini menandakan adanya darurat bagi penyelenggara Pemilu. Ia menyatakan perlunya law enforcement agar mengurangi potensi pidana bagi penyelenggara Pemilu.

Tak hanya itu, Lena menilai, kericuhan Pileg terjadi karena adanya sistem penyelesaian kasus Pemilu yang ditumpuk dalam skala nasional. Belum lagi maraknya money politic, atau kondisi politik transaksional.


"Bahkan, politik transaksional ini sudah membibit dari internal partai-partai politik. Jadi seperti di partai saya (PPP) seharusnya pemilihan Ketum melalui formatur. Namun, akhirnya pada fase reformasi lalu, semua pihak menolak cara formatur dan memilih cara pemilihan langsung. Inilah yang akhirnya menyuburkan politik uang," tutur Lena.

Hal senada juga disampaikan oleh Ray Rangkuti, dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA). LIMA mengimbau KPU untuk merumuskan tindakan hukum untuk mengatasi peliknya hasil pileg.

Jika KPU terlambat menetapkan rekapitulasi suara, memang, KPU kemungkinan masih bisa melanjutkan penghitungan dan bisa menghilangkan legitimasi dengan tidak serta merta menetapkannya.

"Tapi, akhirnya karena kehilangan legitimasi, saya takutkan diserahkan kepada Presiden. Lantas, Presiden mau apa jika penyelenggara tidak mau menetapkan? Barulah diambil alih status quo oleh penyelenggara pemerintah," ujar Ray Rangkuti.

Ada beberapa kemungkinan yang diramalkan Ray, yakni Presiden menetapkan langsung melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), yakni Presiden menunda penetapan Pileg sampai batas waktu yang ditentukan, atau melakukan penghitungan suara ulang.

"Presiden malah menggunakan wewenang untuk menambah jadwal Pileg sehingga Pemilihan Presiden ini pun diundur menggunakan Perppu. Maka saya lebih menyarankan Sidang Panel oleh KPU," ujar Ray.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan