Reklamasi, penuh kontroversi tapi menggiurkan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyek reklamasi merupakan proyek penuh risiko. Bagaimana tidak, selain membutuhkan modal jumbo, pengembangan proyek pulau buatan selalu menuai banyak protes. Tak hanya soal dinilai merusak lingkungan hidup, bahkan peruntukan reklamasi ditolak karena dinilai hanya untuk kepentingan kelas atas.

Penolakan terhadap proyek reklamasi tidak hanya di Jakarta saja, tetapi di semua pengembangan yang mengusung pulau buatan seperti reklamasi Teluk Benoa, reklamasi Center Poin of Indonesia (CPI) Makassar, hingga reklamasi Tangerang. Tetapi nyatanya, protes-protes yang terus bergaung itu tak mampu menyurutkan mimpi pengembang untuk ikut bertaruh mencari cuan dengan menimbun lautan.

Reklamasi pantai utara Jakarta misalnya sudah menempuh jalan penuh liku. Rencana pengembangan pulau buatan itu berkali-kali keluar masuk meja hijau, tetapi tidak juga membuat pengembang yang sudah mendapat peruntukan mengembangkan pulau itu mundur. Mereka masih bertahan sambil menunggu berbagai aturan-aturan baru untuk memulai pengembangan.


Bergerak ke arah timur, reklamasi CPI Makasar seluas 157 hektare (ha) yang progresnya sudah jauh lebih maju dari Jakarta juga masih terus menerima protes. Namun, Ciputra Group dan mitranya PT Yasmin Bumi Asri akan resmi meluncurkan pengembangan proyek tersebut pada pertengahan Maret 2018 paska rampungnya reklamasi tahap pertama seluas 100 ha.

Dengan risiko yang begitu besar, lantas apa yang membuat pengembang tertarik menggarap reklamasi? Ciputra Group misalnya tertarik ikut mengembangkan proyek reklamasi Pantai Losari lantaran lokasinya yang startegis, terletak di pusat kota dan pusat bisnis Makassar sehingga bisa menghasilkan imbal hasil yang baik.

"Kami bukannya mencari tanah di reklamasi, tetapi mencari lahan yang bisa memberikan return yang baik. CitraLand City losari ini lokasinya luar biasa, pasarnya ada, dan segmen pasar yang ditarget juga besar," jelas Harun Hajadi, Direktur Ciputra Group pada KONTAN, Sabtu (3/3).

Ciputra Group memang bukan inisiator proyek reklamasi CPI, tetapi perusahaan mengambil alih proyek itu dari mitranya. Jadi selain karena lokasinya yang strategis, perusahaan tertarik masuk ke proyek tersebut lantaran perizinan awalnya sudah lengkap. Menurut Harun, pengembangan proyek itu lebih lambat disebabkan oleh adanya perubahan design dan metode reklamasi.

"Setelah kami masuk,semua dokumentasi dan izinnya proyek CPI ini lengkap, amdal sudah dikerjakan. Tetapi karena ada perubahan design dan metode reklamasi, kita berkeras minta direvisi agar sempurna." terang Harun.

Terkait pro kontra yang silih berganti datang, Ciputra Group menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar. Pengembangan perumahaan biasa saja sering menuai protes, apalagi proyek besar seperti reklamasi. Bagi perusahaan ini, yang terpenting adalah semua perizinan pengembangan harus diselesaikan dengan transparan dan lengkap.

Reklamasi CPI Makassar seluas 157,2 ha akan menelan investasi sekitar Rp 3,5 triliun. Untuk tahap pertama, Ciputra Group telah menggelontorkan investasi Rp 2,5 triliun.

Sementara PT Intiland Developement Tbk (DILD) kembali tertarik mengembangkan proyek reklamasi di pantai utara Jakarta lantaran perusahaan sudah memiliki pasar di wilayah tersebut setelah sukses mengembangkan reklamasi Pantai Mutiara. Dengan adanya rencana pengembangan pulau reklamasi, perusahaan tertarik untuk kembali menambah lahan.

"Kami ingin punya landbank saja disana. Apalagi dulu aturannya kalau tidak salah, siapa yang punya lahan di bibir pantai diberi kesempatan untuk memajukan lahannya (dalam bentuk reklamasi). Makanya kita dapat peruntukan bangun pulau H," jelas Archied Noto Pradono, Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi Intiland.

Intiland merupakan pengembang pertama yang sukses mengembangkan proyek Reklamasi di Indonesia. Perusahaan mengembangkan proyek reklamasi seluas 110 ha di Patai Mutiara Jakarta dan saat ini disana sedang dibangun proyek regatta.

Menurut Archied, pengembangan proyek itu dulunya juga menuai pro kontra dan secara administrasi tidak mudah. Bedanya, proyek reklamasi dulu tidak banyak diekspose ke publik dan tingkat politisnya tidak setinggi saat ini.

Untuk kelanjutan proyek reklamasi Pulau H, Intiland masih akan menunggu kebijakan dari pemerintah. Jika kebijakannya belum jelas, perusahaan belum akan memulai pengembangan proyek tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi