KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) tengah menghadapi sejumlah tantangan. Ekspansi masif ANTM di segmen bisnis nikel mungkin baru membuahkan hasil di tahun-tahun mendatang. Senior Investment Information Mirae Aset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta mengatakan, kinerja ANTM akan didukung oleh potensi kenaikan harga emas di tahun 2024. Apresiasi harga emas dinilai akan berpengaruh pada kinerja pendapatan dan turut berdampak kepada performa harga saham ANTM. Produk emas menjadi kontributor terbesar penjualan ANTM dengan proporsi 62% terhadap total penjualan selama periode Januari–September 2023. Nilai penjualan segmen emas tercatat sebesar Rp 19,29 triliun.
Di urutan kedua yakni penjualan segmen nikel, termasuk produk feronikel dan bijih nikel, yang mencapai Rp 10,10 triliun atau berkontribusi sekitar 33% terhadap total penjualan ANTM di periode tersebut. Kemudian,
kontribusi penjualan segmen bauksit dan alumina mencapai Rp 1,25 triliun yang berkontribusi sekitar 4% terhadap total penjualan ANTM. Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Aneka Tambang (ANTM) yang Fokus Hilirisasi Nikel Hanya saja, Nafan berujar, harga nikel juga perlu menjadi perhatian karena tengah mengalami penurunan permintaan sehubungan dengan adanya penurunan ekonomi Tiongkok. Di sisi lain, produksi nikel global juga terus berjalan yang mendorong terciptanya kelebihan pasokan
(oversupply). “Pergerakan harga nikel tentunya akan mempengaruhi performa
top line dan
bottom line ANTM. Namun sejauh ini fundamental emiten tersebut masih relatif stabil,” kata Nafan kepada Kontan.co.id, Selasa (24/1). Analis BRI Danareksa Sekuritas Hasan Barakwan memperkirakan, kelebihan pasokan nikel masih akan terjadi. Namun, diperkirakan akan terjadi penurunan jumlah suplai yang akan mendukung harga nickel pig iron (NPI) pada tahun 2024. Menurut Hasan, kondisi surplus ini disumbang oleh meningkatnya produksi nikel dari Indonesia dan peluncuran smelter nikel Kelas 1 baru di China. Kondisi ini diperkirakan membuat surplus lebih dari 200.000 ton nikel pada tahun ini. Meskipun demikian, ANTM serius menatap bisnis nikel yang diproyeksi sebagai penggerak di masa mendatang. Emiten pelat merah tersebut telah melakukan langkah divestasi untuk lebih memanfaatkan proyek rantai nilai baterai.
Baca Juga: Soal Operasional Kembali Blok Mandiodo, Ini Penjelasan Dirut Antam (ANTM) Hasan menyebutkan, ANTM baru saja menyelesaikan serangkaian transaksi yaitu divestasi PT Sumberdaya Arindo (SDA) dan Feni Haltim (FHT) pada 28 Desember 2023 lalu. Dimana, HongKong CBL Limited (HKCBL) akan mengakuisisi 49% kepemilikan ANTM di SDA, dengan transaksi senilai US$416,5 juta yang akan diselesaikan secara tunai. ANTM juga mempunyai hak kontinjensi untuk menerima pembayaran jika ada tambahan cadangan di wilayah pertambangan SDA dalam jangka waktu 36 bulan sejak tanggal tersebut dari penyelesaian transaksi. Transaksi lainnya adalah divestasi 60% saham FHT ke HKCBL dengan nilai transaksi sebesar Rp 771,20 miliar. Manajemen ANTM juga menyebutkan bahwa perusahaan akan mencatat keuntungan satu kali
(one-off gain) sebesar Rp599 miliar pada kuartal IV-2023. Sementara itu, lanjut Hasan, proyek Hidrometalurgi (HPAL) dan proyek hilirisasi lainnya sedang dalam proses pengerjaan. Seperti diketahui, ANTM dan HKCBL juga berencana membangun HPAL dengan kepemilikan saham masing-masing sebesar 30% dan 70%. Berdasarkan arahan manajemen, ANTM juga perlu berpartisipasi dalam mendanai proyek-proyek HPAL ini untuk mempertahankan kepemilikannya di Indonesia Battery Corporation (IBC). BRI Danareksa memandang bahwa ANTM akan memanfaatkan hasil divestasi dengan perkiraan total sekitar Rp 7 triliun untuk membiayai proyek-proyek
downstream. “Kami melihat langkah divestasi ANTM merupakan hal yang positif karena memungkinkan ANTM untuk memanfaatkan lebih jauh dari proyek rantai nilai baterai,” ungkap Hasan dalam riset tertanggal 11 Januari 2024.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham ANTM, INCO, hingga MBMA di Tengah Tekanan Harga Nikel Nafan menimpali, serangkaian divestasi dilakukan ANTM untuk menambah pendanaan ekspansi di bisnis nikel. ANTM mulai fokus menggarap sektor bisnis nikel yang juga merupakan amanat dari pemerintah untuk program hilirisasi. Langkah ANTM tersebut berpotensi didukung kenaikan harga nikel ke depannya seiring prospek perekonomian Tiongkok yang lebih baik bisa berdampak bagi peningkatan permintaan. Nikel dianggap sangat dibutuhkan salah satunya untuk bahan baku baterai kendaraan listrik. Di sisi lain, Nafan menyoroti berita dugaan peleburan emas ilegal yang saat ini tengah menimpa ANTM menjadi sentimen negatif. Menurut dia, kabar tersebut berkaitan dengan
Good Corporate Governance (GCG) yang dapat mempengaruhi kepercayaan investor terhadap ANTM.
Berkaca pada kasus dugaan korupsi yang melanda ANTM sebelumnya, harga saham ANTM sudah bergerak koreksi. Oleh karena itu, Nafan mengharapkan GCG dapat terus dijalankan oleh ANTM agar mampu meningkatkan kepercayaan terhadap emiten BUMN tersebut. “Sentimen negatif sudah ter-
priced-in pada harga saham ANTM. Harga saham bergerak cenderung
sideways (datar),” ujar Nafan. Nafan merekomendasikan akumulasi untuk ANTM dengan target harga sebesar Rp 1.800 per saham. Sementara, Hasan menyarankan
buy untuk ANTM dengan target harga tidak berubah sebesar Rp 1.960 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati