KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua indeks saham internasional Morgan Stanley Capital International (MSCI) dan FTSE Global Equity Index sudah mengumumkan rebalancing pada bulan Mei ini. Masa efektif konstituen kedua indeks tersebut akan berlaku pada bulan Juni 2024. Dalam kocok ulang kali ini, PT Chandra Asri Pacific Tbk (
TPIA) masuk ke dalam MSCI Global Standard Indexes. Sedangkan di jajaran MSCI Small Cap Index, masuk saham PT Gudang Garam Tbk (
GGRM), PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (
MIKA) dan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (
ULTJ). Di samping itu, ada PT Sarana Menara Nusantara Tbk (
TOWR) dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (
SMGR) yang masuk ke MSCI Small Cap Index, usai keduanya terdepak dari MSCI Global Standard Index. Sementara itu, ada delapan saham yang keluar dari MSCI Small Cap Index.
Saham yang keluar dari indeks tersebut adalah PT Astra Otoparts Tbk (
AUTO), PT Astrindo Nusantara Infrastruktur Tbk (
BIPI), PT Bank KB Bukopin Tbk (
BBKP), PT Lippo Karawaci Tbk (
LPKR), PT Energi Mega Persada Tbk (
ENRG), PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN), PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (
CARE) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (
LSIP).
Baca Juga: Barito Renewables (BREN) Masuk Indeks FTSE, Market Cap Tembus Rp 1.505,09 Triliun Sementara pada akhir pekan lalu FTSE Russell mengumumkan evaluasi kuartalan indeks yang memasukkan PT Barito Renewables Energy Tbk (
BREN) ke dalam FTSE Global Equity Index kategori Large Cap. Selain itu, PT Mastersystem Infotama Tbk (MSTI) masuk ke dalam FTSE Global Equity Index kategori Micro Cap. Periode konstituen MSCI akan berlaku pada penutupan 31 Mei 2024 atau efektif mulai perdagangan 1 Juni 2024. Sedangkan periode konstituen FTSE Global Equity akan berlaku setelah penutupan perdagangan 21 Juni 2024 atau efektif mulai Senin, 24 Juni 2024. Pengamat & Praktisi Pasar Modal Riska Afriani menilai secara umum saham-saham yang masuk dalam rebalancing indeks MSCI maupun FTSE sesuai ekspektasi. Salah satunya TPIA yang dalam tiga bulan terakhir banyak diburu oleh investor, termasuk investor asing. Hal itu membuat TPIA memiliki likuiditas atau perdagangan yang aktif serta kapitalisasi pasar yang tinggi. Begitu juga BREN yang masuk indeks FTSE Large Cap dengan melihat kapitalisasi pasar tertimbang (
market cap weighted). "Hal yang wajar mengingat kapitalisasi BREN saat ini," kata Riska kepada Kontan.co.id, Minggu (26/5). Berkaca dari rebalancing MSCI dan FTSE Russell tahun 2023 lalu, Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy mencatat hampir 90% saham-saham yang masuk ke dalam indeks tersebut mengalami kenaikan harga. Terdorong oleh respons positif pelaku pasar mengantisipasi potensi aliran (inflow) dari investor asing. Hanya saja, Abdul Haq mengingatkan kenaikan harga itu tidak berlangsung jangka panjang. Bahkan dalam beberapa kasus cenderung bersifat spekulatif dan euforia sesaat dari pelaku pasar. Setelah sentimen mereda, tren harga saham kembali pada fundamental atau prospek kinerja masing-masing emiten. "Tetapi masuknya saham ke dalam Indeks MSCI dan FTSE Russel merupakan katalis positif, sehingga para investor dapat memadukan analisa fundamental dan juga foreign flow untuk memilih saham pilihan selama masih di dalam kontituen indeks," terang Abdul Haq. Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih menambahkan, secara historis rebalancing indeks berpotensi menarik inflow investor asing yang turut mengangkat pergerakan harganya. Untuk rebalancing MSCI yang diumumkan pada pertengahan bulan Mei, Ratih melihat pelaku pasar telah merespons sehingga harga sahamnya sudah priced in.
Baca Juga: Rotasi di BEI: 10 Saham Naik ke Papan Utama, 109 Saham Turun ke Papan Pengembangan Ratih lantas mengingatkan adanya potensi profit taking ketika indeks mulai berlaku efektif. Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas punya catatan serupa, dimana pemberlakuan efektif indeks biasanya akan dimanfaatkan untuk aksi profit taking. "Strateginya bisa perhatikan faktor teknikal dan reaksi pasar seperti apa. Bisa follow jika sifatnya jangka pendek, tapi untuk tipe investor jangka panjang selama prospek fundamental masih bagus boleh hold tanpa harus panic selling," terang Sukarno. Terkhusus untuk saham BREN dan TPIA, Sukarno menyarankan agar lebih berhati-hati. Di balik potensi penguatan jangka pendek akibat rebalancing indeks, ada peluang untuk terjun akibat aksi
profit taking. Apalagi secara valuasi pun saham tersebut sudah terbilang sangat mahal. Ratih menyarankan wait and see terlebih dulu untuk saham yang baru masuk indeks, termasuk
TPIA. Sementara Riska menilai saham
BREN masih layak dibeli secara bertahap. Namun dengan posisi yang sudah berada di area overbought, Riska mengingatkan hati-hati terjadi pembalikan arah terlebih dulu. Pengamat pasar modal & Founder WH-Project William Hartanto menambahkan, analisa teknikal menjadi faktor krusial dalam menentukan momentum yang tepat untuk koleksi atau profit taking. Terutama untuk saham-saham yang sudah terbang tinggi dalam jangka waktu cukup lama seperti
BREN dan
TPIA. Sejalan dengan itu, tingkat risiko di saham
BREN dan
TPIA juga tinggi. Jika masih ingin koleksi, momentum untuk beli bisa dilakukan saat terjadi koreksi terbatas. Strategi ini bisa turut dilakukan untuk trading pada saham-saham lain yang kali ini masuk rebalancing indeks global. William pun merekomendasikan trading buy terhadap saham
BREN,
TPIA dan
MIKA dengan ekspektasi keuntungan hingga 5%-10%. Khusus untuk
BREN dan
TPIA, cermati masing-masing level support pada harga Rp 10.600 dan Rp 8.800 per saham.
Saran Abdul Haq, cermati peluang
buy on weakness BREN di area Rp 10.350. Kemudian buy
ULTJ target harga Rp 2.020 - Rp 2.070 per saham. Namun sebagai catatan, BEI sedang melakukan penghentian sementara (suspensi) perdagangan saham BREN mulai 27 Mei 2024 sebagai bentuk perlindungan investor usai lonjakan harga kumulatif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi