KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (
CPIN) melaporkan adanya tekanan laba bersih saat pendapatan bertumbuh. Ini dampak dari lonjakan harga jagung, serta turunnya harga ayam pedaging (broiler) dan anak ayam usia sehari alias
day old chick (DOC). CPIN mencatatkan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 2,31 triliun, turun 20,82% secara tahunan atau
year on year (YoY). Padahal, emiten unggas ini berhasil mencetak pertumbuhan pendapatan bersih sebesar 8,35% YoY menjadi Rp 61,61 triliun pada 2023. Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia, Reza Priyambada, menyoroti bahwa pendapatan CPIN yang bertumbuh sebenarnya masih lebih rendah dari peningkatan beban biayanya. Sehingga, ini yang menyebabkan laba bersih CPIN tergerus di sepanjang tahun lalu.
Dari laporan keuangan 2023, terpantau sejumlah pos beban mengalami lonjakan. Peningkatan salah satunya terjadi pada beban bahan baku dan juga pegawai yang membuat keuntungan CPIN berkurang. Adapun pendapatan dari semua segmen usaha mengalami kenaikan, kecuali ayam pedaging turun tipis menjadi Rp 31,73 triliun. Segmen pakan naik jadi Rp 16,52 triliun, segmen ayam olahan jadi Rp 10,11 triliun, segmen anak ayam usia sehari jadi Rp 1,82 triliun, serta segmen lain-lain jadi Rp 1,52 triliun.
Baca Juga: Harga Ayam Naik & Biaya Pakan Turun, Simak Rekomendasi Saham Charoen Pokphand (CPIN) Di sisi lain, beban penjualan naik menjadi Rp 2,35 triliun dari sebelumnya Rp 2,12 triliun, beban umum dan administrasi menjadi Rp 1,97 triliun dari Rp 1,82 triliun. Beban keuangan juga naik menjadi Rp 697,72 miliar dari sebelumnya Rp 420,30 miliar. “Pendapatan CPIN memang masih bertumbuh, namun pertumbuhannya lebih rendah daripada peningkatan beban biayanya,” kata Reza kepada Kontan.co.id, Selasa (16/4). Menurut Reza, kinerja CPIN di tahun ini bakal tergantung kondisi industri. Seperti diketahui, kontribusi terbesar CPIN berasal dari jualan ayam pedaging yang dijual kepada pihak lain. Berikutnya, pakan ternak dan ayam olahan. Jika berkaca pada tahun 2023, daya beli masyarakat untuk konsumsi makanan olahan tampaknya masih terjaga. Begitu juga tahun 2024 diperkirakan konsumsi masyarakat diharapkan masih tetap stabil. “Dengan asumsi kondisi di tahun 2024 ini bisa lebih baik, maka kinerja CPIN dapat terangkat,” kata Reza kepada Kontan.co.id, Selasa (16/4).
Baca Juga: Rekomendasi Saham Charoen Pokphand (CPIN) Usai Labanya Tertekan pada Tahun Lalu Hanya saja, Reza berujar, permasalahannya terletak pada harga bahan baku pangan ternak yang apabila naik bisa menggerus pendapatan. Kecuali jika harga bahan baku pakan seperti jagung dan kedelai lebih stabil, maka margin keuntungan CPIN bisa lebih besar. Perlu dipantau bahwa perkembangan saat ini dari ketegangan geopolitik global yang dapat berimbas bagi kenaikan harga komoditas. Mungkin saat ini hanya harga komoditas energi dan migas saja, namun bisa saja merembet ke
soft commodity seperti jagung, kedelai, kopi, dan lain-lain. Investment Analyst Stockbit Sekuritas Reynaldo Mulya menilai bahwa Jagung dan bungkil kedelai merupakan beban pokok utama bagi emiten perunggasan (
poultry) seperti CPIN. Sebab, selain dijual ke pihak eksternal, kedua komoditas tersebut juga merupakan bahan baku utama dalam pembuatan pakan ternak untuk broiler milik internal. “Oleh karena itu, harga jagung dan bungkil kedelai menjadi faktor utama yang mempengaruhi profitabilitas emiten poultry,” ujar Reynaldo dalam riset 6 Maret 2024. Meski begitu, Reynaldo masih memiliki pandangan positif terhadap emiten poultry seperti CPIN pada 2024. Optimisme tersebut seiring normalisasi harga jagung serta pemulihan harga broiler dan DOC. Stockbit Sekuritas memperkirakan harga jagung dapat mengalami penurunan lebih lanjut seiring musim panen pada Februari–Maret 2024. Hanya saja, harga rata-rata jagung pada 2024 kemungkinan masih akan lebih tinggi dibandingkan 2023 karena tingginya harga pada awal tahun 2024 akibat efek El Nino.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Charoen Pokphand (CPIN) dari Analis Berikut Berbeda dengan tren harga jagung, harga bungkil kedelai terkontraksi sebesar -21% YoY selama 2023. Berdasarkan proyeksi konsensus yang dihimpun Bloomberg, harga bungkil kedelai akan lanjut mengalami kontraksi sekitar -5% pada 2024. Meski demikian, Reynaldo menuturkan, peningkatan margin segmen broiler dan DOC dipandang bisa lebih tinggi, sehingga bisa mengompensasi penurunan margin segmen pakan dan akhirnya margin secara keseluruhan berpotensi meningkat pada 2024. Stockbit Sekuritas mengestimasikan harga ayam broiler dan DOC akan stabil masing-masing di level Rp20.000/kg dan Rp5.000/ekor pada 2024 dibandingkan harga broiler Rp19.400/kg dan DOC Rp4.600/ekor di tahun 2023. Harga ayam kemungkinan bakal kembali lemah setelah lebaran, namun pemerintah diharapkan melanjutkan program pemusnahan ayam (culling) untuk menjaga harga. Reynaldo menyebutkan, risiko bagi emiten perunggasan adalah bertahannya harga jagung di level yang tinggi, kembali naiknya harga bungkil kedelai, serta culling yang telat atau tidak dilaksanakan atau intensitasnya rendah. “Kembali naiknya harga bahan baku akan menekan margin profitabilitas perusahaan pada segmen usaha pakan. Sementara itu, culling yang intensitasnya relatif rendah akan membuat harga jual rata-rata broiler dan DOC menjadi tidak stabil, sehingga harganya bisa kembali turun,” imbuh Reynaldo.
Baca Juga: BRI Danareksa Rekomendasikan Hold Saham Charoen Pokphand (CPIN), Simak Ulasannya Untuk rekomendasi, Reza menyarankan
buy untuk CPIN dengan target harga sebesar Rp 6.000 per saham. Pada perdagangan Selasa (16/4), harga CPIN ditutup pada posisi Rp 5.025 per saham. Sementara itu, Senior Investment Information Mirae Asset Nafan Aji Gusta, menyarankan
buy on weakness untuk CPIN dengan target harga sebesar Rp 5.175 per saham, sedangkan target harga tertinggi pada Rp 5.775 per saham. Secara teknikal, Nafan menganalisis, CPIN berpotensi membentuk penurunan terbatas setelah berhasil menguji ulang
retracement 61,8%. Selain itu, lonjakan volume CPIN terdeteksi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati