Rekomendasi saham-saham second liner yang layak dilirik investor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski hari Rabu (9/5) indeks harga saham gabungan (IHSG) sempat rebound dengan kenaikan yang fantastis, yakni 133 poin, kondisi pasar modal Indonesia bisa dikata sedang dalam tekanan.

Tapi bukan berarti investor tidak bisa masuk. Beberapa analis justru menyarankan bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk masuk, saat valuasi beberapa saham sedang murah. Tak hanya itu, investor bisa juga bisa mengincar saham-saham second liner, bukan cuma saham-saham big cap.

Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengungkapkan, saham-saham second liner yang layak untuk dilirik investor berasal dari industri pertambangan dan telekomunikasi, dengan emitennya DOID dan LINK.


DOID yang merupakan emiten yang berada di sektor pertambangan batubara dengan potensi kenaikan yang cukup tinggi dengan PER yang cukup rendah dan permintaan batubara yang secara global cukup tinggi bisa mempengaruhi kinerja DOID ke depan. Kemudian dari sisi produksi juga cukup signifikan, dengan cuaca hujan yang sudah rendah saat ini sehingga produksi bisa ditingkatkan.

“Untuk PER-nya sendiri DOID saat ini sebesar 11,95x dan ini sudah cukup rendah. Secara teknikal pun saham DOID memperlihatkan potensi uptrend,” ujar Nafan, Kamis (10/9).

Dalam jangka panjang, Nafan memberi target harga DOID bisa mencapai Rp 1.390 per saham. Dalam sesi penutupan perdagangan Rabu (9/5), harga saham DOID ditutup di harga Rp 880 per saham, naik 1,15% dibanding level penutupan hari sebelumnya.

Sektor pertambangan sendiri dipandang Nafan, didukung oleh permintaan yang lebih tinggi lagi jelang musim dingin di akhir tahun. Kebutuhan batubara, baik untuk domestik dan global juga masih tetap besar. Terutama bagi kebutuhan dalam negeri, di mana pembangunan pembangkit listrik terus berlangsung sehingga membutuhkan banyak pasokan batubara.

Sementara, untuk LINK sendiri pergerakan secara teknikal tidak begitu downtrend. Meski dalam penutupan perdagangan Rabu (9/5) ditutup melemah 0,25%, namun pelemahannya kecil dan masih memiliki potensi untuk tumbuh ke depannya.

Dari sisi fundamental, pelanggan LINK setiap tahun terus meningkat, tercermin dari peningkatan pendapatan LINK di kuartal I-2018 sebesar 12%. Pertumbuhan kinerja terutama ditopang oleh peningkatan pelanggan internet dan TV berbayar.

Jumlah pelanggan LINK dari jaringan perumahan di kuartal I-2018 mencapai 2,034 juta pelanggan, meningkat dibanding posisi jumlah pelanggan di akhir Desember 2017 yang mencapai 2 juta pelanggan.

Secara teknikal, target harga jangka panjang saham LINK menurut Nafan akan berada di Rp 6.740 sehingga masih ada ruang untuk terus naik.

Pendapat berbeda diungkapkan Kepala Riset Narada Kapital Indonesia Kiswoyo Adi Joe. Menurutnya, saham second liner yang layak dilirik oleh investor adalah ZINC. Perusahaan pertambangan mineral dengan produknya, zinc (seng), perak dan timah ini dikatakan berada dalam situasi menguntungkan, mengingat produknya, yakni zinc dan timah sedang langka di pasar global sehingga harganya naik.

Di London Metal Exchange (LME) harga Zinc untuk kontrak pengiriman tiga bulan pada penutupan perdagangan Rabu (9/5) berada di level US$ 3.076 per metrik ton, naik 0,52% dibanding hari sebelumnya. Sementara, timah diperdagangkan di level US$ 21.110 per metrik ton, naik 0,88% dibanding hari sebelumnya.

“Kinerja ZINC bakal diuntungkan dari permintaan global yang cukup tinggi, mengingat pasokan di global juga masih sedikit,” ujar Kiswoyo.

Dalam penutupan perdagangan hari Rabu (8/5), harga saham ZINC ditutup di level Rp 1.775 per saham. Untuk jangka panjang, Kiswoyo mengatakan saham ZINC berpotensi mencapai Rp 2.800 sampai Rp 3.000.

Argumen Kiswoyo didasarkan pada smelter ZINC yang baru saja dibangun. Dus, ketika harga jual produk ZINC bisa lebih tinggi berpotensi mengangkat pendapatan dan laba bersih ZINC.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sofyan Hidayat