KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bersama Digital Infrastucture Asia Pte Ltd (BDIA) melakukan penawaran tender sukarela atas 2,48 miliar saham PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) atau setara 10,97% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh. Harga penawarannya adalah sebesar Rp 3.200 per saham. Jika terserap semua, maka kepemilikan BDIA di TBIG bertambah menjadi 73,34% dari sebelumnya 62,37%. Sementara itu, kepemilikan publik alias masyarakat akan berkurang dari porsi saat ini yang sebesar 28,36%. Analis MNC Sekuritas Andrew Sebastian Susilo mengatakan, pembelian saham oleh BDIA memang membuat kepemilikan publik berkurang. Akan tetapi, menurunnya porsi saham publik tidak membuat saham TBIG menjadi tidak likuid. Baca Juga: Bisnis Menara Terdongkrak Penetrasi Internet, Saham TOWR, TBIG dan MTEL Layak Beli? Pasalnya, TBIG memiliki kapitalisasi pasar yang besar, yakni di atas Rp 70 triliun sehingga volatilitasnya tinggi. Ditambah lagi, volume perdagangan TBIG terhitung besar. Saham TBIG juga diyakini akan tetap likuid karena perusahaan terus mencatatkan kinerja yang baik. Pada kuartal pertama 2022, pendapatan TBIG tumbuh 15,4% year on year (yoy) menjadi Rp 1,6 triliun dan laba bersihnya melesat 56,2% yoy menjadi Rp 415 miliar. Selain itu, TBIG berencana untuk melakukan pembelian kembali (buyback) saham sebanyak 679 juta. Buyback saham akan berlangsung dalam periode tiga bulan dari 24 Juli-24 Oktober 2022. "Hal ini tentu memberikan sentimen kepada pasar bila manajemen merasakan bahwa harga lembaran saham TBIG tidak mencerminkan kondisi fundamentalnya dan prospek ke depannya," kata Andrew kepada Kontan.co.id, Selasa (26/7). Baca Juga: Tower Bersama (TBIG) Terbitkan Obligasi Rp 2,2 Triliun, Ini Besaran Kuponnya Ditambah lagi, TBIG juga berencana untuk melakukan ekspansi secara organik dengan menambahkan 3.500 penyewa baru sepanjang 2022. TBIG pun mengalokasikan belanja modal Rp 2 triliun-3 triliun pada 2022 untuk penambahan menara, kolokasi, dan perpanjangan sewa lahan. Andrew melihat TBIG memiliki prospek yang cerah ke depannya. Untuk itu, dia rekomendasikan buy TBIG dengan target harga Rp 3.550 per lembar dan EV/EBITDA 13x untuk 2022. Analis BCA Sekuritas Mohammad Fakhrul Arifin menambahkan, pembelian saham oleh BDIA memang membuat saham beredar berkurang. Akan tetapi, masuknya pemain regional memberikan peluang yang lebih baik untuk ekosistem TBIG. "Hal ini akan menjadi suatu momentum yang baik bagi TBIG untuk unlocking value, terutama dengan target secara operasional dan menjadi lebih kompetitif secara domestik maupun internasional," kata Fakhrul. Baca Juga: Saratoga Investama (SRTG) Rezeki Mengalir dari Hasil Investasi Untuk ke depannya, Fakhrul melihat peluang yang baik untuk TBIG secara fundamental. Sektor menara telekomunikasi juga menjadi salah satu aset alternatif karena tergolong defensif di tengah kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian. Namun, potensi kenaikan suku bunga juga patut mendapat perhatian karena dapat menjadi hambatan bagi sektor menara telekomunikasi. Pasalnya, tingkat utangnya cukup besar sehingga kenaikan suku bunga akan memengaruhi cost of fund. Fakhrul merekomendasikan hold TBIG dengan target harga Rp 3.000 per saham. Pada Selasa (26/7), saham TBIG ditutup naik 2,86% ke level Rp 3.240 per saham, tetapi Fakhrul belum mempunyai target harga yang baru. Target harga fundamental yang ditetapkan Analis Henan Putihrai Sekuritas Steven Gunawan juga sudah terlampaui. Dia menetapkan rekomendasi buy dengan target harga Rp 3.200 untuk TBIG, mencerminkan 17,4x EV/EBITDA untuk 2022 dan 16,7x EV/EBITDA 2023.
TBIG Chart by TradingView