KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham sedang tertekan, tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) yang terjun ke level 7.114,26 hingga akhir November 2024. Sejalan dengan itu, mayoritas indeks sektoral juga terjungkal. Salah satu yang turun paling dalam adalah sektor barang baku (IDX basic materials). Sektor ini menukik hingga ke posisi minus 0,32% secara year to date sampai dengan Jumat (29/11). Padahal pada awal Oktober, performa IDX basic materials masih mengakumulasi kenaikan sekitar 7,9%. Artinya, laju saham di sektor barang baku terjun sekitar 8% sejak memasuki kuartal keempat 2024.
Saham penghuni sektor barang baku cukup beragam. Mulai dari emiten tambang mineral & logam seperti emas, nikel, tembaga dan timah, hingga emiten di industri semen, kertas dan bahan kimia. Head of Investment Heksa Solution Insurance Agung Ramadoni mengamati sentimen eksternal terutama dinamika pasar dan harga komoditas global turut memengaruhi laju saham di sektor barang baku. Dus, harga komoditas yang cenderung terkoreksi pada penghujung tahun ini menjadi sentimen pemberat.
Baca Juga: Ditekan Sentimen Negatif, IHSG Diproyeksi Hanya Bisa Naik ke 7.300 pada Desember 2024 Agung mencontohkan sejumlah saham yang sedang menjadi pemberat di sektor ini, yakni PT Chandra Asri Pacific Tbk (
TPIA), PT Barito Pacific Tbk (
BRPT), PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (
SMGR) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (
MDKA). Equity Analyst Indo Premier Sekuritas Dimas Krisna Ramadhani menyoroti saham TPIA yang sebulan terakhir turun sedalam 20,5%. Kemudian PT Amman Mineral Internasional Tbk (
AMMN) yang juga sedang melandai. Performa AMMN dan TPIA membawa pengaruh signifikan, lantaran keduanya merupakan saham dengan bobot dan kapitalisasi pasar terbesar di sektor barang baku. Apalagi, harga komoditas emas yang sebelumnya melonjak hingga menembus rekor tertinggi, kini memperlihatkan indikasi perubahan tren. "Apabila terkonfirmasi mengalami pembalikan arah, maka akan menekan saham-saham emiten emas," jelas Dimas. Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer menambahkan, terpilihanya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat akan menjadi faktor penting dalam dinamika pasar dan harga komoditas, termasuk emas. Pada komoditas mineral-logam, pasar nikel dan timah masih menghadapi tekanan akibat ketidakseimbangan pasokan dan permintaan. Berlanjut ke emiten semen, pada kuartal keempat ini kinerjanya akan terpengaruh oleh belanja infrastruktur pemerintah yang cenderung melambat di masa transisi pemerintahan baru. Namun, kebijakan fiskal pro-pertumbuhan pada tahun depan bisa menjadi katalis pendongkrak permintaan semen.
Baca Juga: Bukan Lagi LQ45, Ini Saham yang Bisa Ditransaksikan Pada Sesi Pra-Pembukaan Di sisi lain, komitmen pemerintah pada hilirisasi mineral dalam jangka panjang bisa mengangkat prospek emiten di sektor ini. "Kombinasi sentimen global dan domestik membuat prospek sektor barang baku tetap menantang. Meski peluang pemulihan tetap ada, jika stabilisasi di pasar komoditas global dan dukungan dari kebijakan dalam negeri," kata Miftahul. Equity Research Analyst Panin Sekuritas Rizal Nur Rafly mengamini, kalatis global dan domestik akan memengaruhi kinerja keuangan maupun pergerakan saham emiten di sektor barang baku. Rizal menyoroti proyek infrastruktur pemerintah yang mejadi katalis penting bagi emiten semen. Dari eksternal, pemulihan ekonomi China dan kebijakan moneter global menjadi katalis utama bagi emiten mineral logam seperti nikel dan emas. Dus, saat ini pelaku pasar perlu lebih selektif memilah saham emiten dengan komoditas yang punya prospek lebih kuat. Rizal mencontohkan MDKA dengan potensi emas dan nikel yang besar. "Fokus pada saham dengan fundamental baik dan eksposur global rendah dapat membantu mengurangi risiko akibat gejolak eksternal," saran Rizal. Sedangkan Agung memprediksi saham di sektor barang baku masih cenderung tertekan di sisa tahun ini, sehingga pelaku pasar perlu berhati-hati. Sementara Miftahul melihat peluang buy on weakness pada saham PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (
INCO), dengan target harga masing-masing di Rp 1.485 dan Rp 3.850.
Rekomendasi lainnya, trading buy SMGR untuk target harga di Rp 3.770. Secara teknikal, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menyarankan buy on weakness AMMN untuk target Rp 9.775 - Rp 10.100 dan BRPT dengan target di 970 - Rp 1.000. Selanjutnya, Herditya merekomendasikan trading buy PT Bumi Resources Minerals Tbk (
BRMS) dan buy PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (
TKIM) dengan target harga di Rp 450 - Rp 470 dan Rp 6.875 - Rp 7.300.
Sementara Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus menjagokan saham ANTM, TPIA dan BRMS. Target masing-masing untuk ketiga saham tersebut berada di level Rp 1.600, Rp 7.500 dan Rp 500 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari