JAKARTA. Dua hari terakhir menjelang akhir Maret 2015, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ngebut dan bahkan kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Sepanjang kuartal I-2015, IHSG naik 5,58% di 5.518,68. Memang, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, kenaikan IHSG kali ini lebih mini. Sepanjang kuartal I-2014, IHSG naik 11,56% dan menjadi jawara bursa di kawasan Asia. Kenaikan IHSG sepanjang tahun ini lebih banyak disetir oleh kenaikan harga saham sektor perbankan dan perdagangan. Penopang lainnya adalah saham emiten sektor aneka industri yang naik 11,14% sejak awal tahun hingga 31 Maret 2015 atau year to date (ytd).
Sejumlah indeks konstituen memberikan return lebih tinggi dibandingkan return IHSG. Misalnya saja indeks Infobank15 tumbuh 14,46% ytd. Lalu, indeks terlikuid LQ-45 tumbuh 7,05% ytd. Dalam tiga bulan ini, investor asing mencatatkan net buy Rp 5,3 triliun. Jumlah ini lebih kecil jika disandingkan aliran dana asing yang masuk pada kuartal I tahun lalu. Pada periode itu, total net buy investor asing mencapai Rp 24,62 triliun. Dana asing terus menciut lantaran, sepanjang bulan Maret 2015 asing mencatatkan aksi jual bersih mencapai Rp 5,4 triliun. Saat ini, nilai transaksi harian saham rata-rata mencapai Rp 6,5 triliun dengan rerata frekuensi perdagangan 231.142 kali. Pertumbuhan saham perbankan juga membuat kapitalisasi pasar berubah. Beberapa bank besar, seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) nongkrong di posisi pertama dan ketiga dalam kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (BEI). Sepanjang tahun ini, saham PT Unilever Tbk (UNVR) menjadi pendorong utama kenaikan IHSG. UNVR yang sahamnya sudah naik 22,8% ytd berkontribusi atas kenaikan IHSG sebesar 59,3 poin. Lalu, PT Astra International Tbk (ASII) menjadi pendorong kedua yang berkontribusi 49,4 poin atas kenaikan IHSG dalam triwulan pertama ini. Sentimen negatif Reza Nugraha, Analis MNC Securities, mengatakan, beberapa ketidakpastian aturan pemerintah memicu IHSG tumbuh moderat di tahun ini. Beberapa kebijakan seperti diturunkannya harga semen, naik-turunnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM), dan kebijakan perpajakan membuat investor lebih berhati-hati. Sementara itu, di kuartal I tahun lalu, terjadi January Effect yang memberikan kontribusi positif pada pergerakan IHSG. Di tahun ini, investor juga sempat dilanda kecemasan atas pelemahan rupiah. Sementara di tahun lalu, ada euforia domestik akibat pemilihan umum presiden. Sehingga, IHSG terlihat menguat di awal, lalu bergerak lebih moderat. "Tahun ini juga banyak disetor dari faktor regional terutama dari sentimen The Fed," ujar Reza, Selasa (31/3). Jhon Veter, Managing Director Investa Saran Mandiri, menilai, meski tumbuh tipis, grafik IHSG di kuartal I 2014 dalam tren naik. Dengan begitu, ruang pertumbuhan IHSG di sisa tahun ini cukup lebar, sekitar 15%-17%. Jhon menargetkan, IHSG tutup di 6.200 pada akhir tahun nanti.
Menurut Jhon, akan ada pembalikan arah dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tahun lalu tumbuh lambat. Tahun ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan 5,6% sehingga bisa mendorong laju IHSG. Ia memperkirakan, IHSG akan berlari lebih kencang di kuartal II tahun ini dan bisa mengarah ke 5.666. Pertumbuhan IHSG ini juga mengikuti pertumbuhan harga surat utang negara yang masih terus naik. Pada kuartal II-2015, IHSG akan tertolong dari sentimen laporan keuangan dan pembagian dividen. "Isu kenaikan suku bunga The Fed juga sudah tidak menjadi kekhawatiran pemodal lagi," ujar Jhon. Reza menilai, sektor perbankan, konstruksi dan konsumer masih berpeluang menjadi penggerak utama bursa. Sementara sektor perkebunan diprediksi tidak akan tumbuh setinggi tahun lalu. Reza masih merekomendasikan saham-saham defensif, seperti UNVR, LPKR, BBRI, BBCA, BBNI, dan BMRI. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto