Rekor, belanja modal 2016 tembus Rp 310 triliun



JAKARTA. Pemerintah menetapkan target indikatif pertumbuhan ekonomi tahun 2016 sebesar 5,5%-6%. Untuk mencapainya, pemerintah berniat mengoptimalkan dana belanja modal sejak awal tahun. Belanja modal juga bakal mencapai rekor tertinggi, sekitar Rp 310 triliun.

Sejak era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, alokasi belanja modal memang naik pesat. Di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015, alokasi belanja modal sebesar Rp 290,3 triliun, melonjak hampir 80% dibanding APBN 2015 yang senilai Rp 151,97 triliun dan APBN-P 2014 sebesar Rp 160,79 triliun. APBN 2015 merupakan produksi akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Nah, di RAPBN 2016, pemerintah merancang belanja modal naik 6,78% dibandingkan 2015 atau bertambah Rp 19,7 triliun. "Mungkin ke arah Rp 310 triliun," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, akhir pekan lalu.


Penggunaan belanja modal tahun depan masih sama seperti tahun 2015. Prioritas belanja modal adalah untuk pembangunan infrastruktur di bawah komando Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dengan demikian, belanja modal masih fokus untuk pembangunan jalan raya, pelabuhan, bandara, dan rel kereta api.

Namun, Bambang belum bisa merincinya karena detail anggaran masih dalam pembahasan di tingkat kementerian. Bambang menjanjikan draft RAPBN 2016 kelar dalam waktu dekat, sehingga bisa segera masuk ke DPR untuk dibahas. "Targetnya, pembahasan bisa kelar pada Oktober, sehingga sejak awal tahun depan bisa langsung digunakan secara optimal," tandas Bambang.

Penggunaan belanja modal dilakukan sejak awal tahun untuk menghindari seretnya pemakaian anggaran seperti yang terjadi tahun ini.

Tim Evaluasi dan Percepatan Penyerapan Anggaran (TEPRA) mendata realisasi belanja modal pada semester pertama tahun ini hanya mencapai 9,4% dari total anggaran yang sebesar Rp 290,3 triliun.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai penambahan belanja modal tahun depan masih kurang, karena di bawah 10%. Oleh karena itu, agar belanja modal berfungsi optimal sebagai pendorong perekonomian, pemerintah harus memastikan penyerapan dana sejak awal tahun. Pemerintah harus menyiapkan pra proyek, mulai dari lelang, ketersediaan, administrasi hingga berbagai urusan birokrasi sebelum akhir tahun ini.

Pemerintah juga perlu mewaspadai kemungkinan terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang lebih dalam pada tahun depan akibat kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed).

"Kalau nilai tukar rupiah melemah, bisa jadi realisasi proyek terhambat mengingat pemerintah masih mengandalkan impor," terang David.

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menyarankan, jika ingin memastikan penyerapan belanja modal sejak awal tahun, pemerintah perlu mengubah pola tahun fiskal. Tahun fiskal tak lagi berawal dari 1 Januari hingga 31 Desember, tapi sejak 1 Oktober hingga 30 September di tahun berikutnya.

Soalnya, selama ini pengumpulan pemasukan pendapatan pemerintah terjadi pada akhir Maret setiap tahun. Oleh karena itu, jika tahun fiskal tak diubah, penyerapan belanja modal baru bisa berlangsung paling cepat pada awal April atau kuartal kedua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie