Rekor lagi, cadangan devisa bakal terkoreksi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rekor nilai cadangan devisa kita kembali berubah. Bank Indonesia (BI) mencatat: cadangan devisa Indonesia per September 2017 sebesar US$ 129,4 miliar, naik US$ 0,6 miliar dibandingkan dengan posisi akhir Agustus US$ 128,8 miliar. Itu adalah angka tertinggi dalam sejarah negeri ini.

Penerimaan devisa yang berasal dari penerimaan pajak serta devisa hasil ekspor minyak dan gas migas bagian pemerintah menyumbang peningkatan terbesar. Devisa juga menumpuk karena penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, serta hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas.

BI melelang dua varian SBBI valas pada 26 September 2017. Itu terdiri dari tenor 6 bulan dengan kupon 1,674% yang menyerap dana US$ 300 juta, dan tenor 9 bulan kupon 1,779% US$ 100 juta.


BI menegaskan, posisi cadangan devisa itu sudah melampaui kebutuhan devisa terutama untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan SBBI valas jatuh tempo.

"Cukup untuk membiayai 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman dalam keterangan tertulisnya yang terbit Jumat (6/10).

Namun, kenaikan cadangan devisa kemungkinan terhenti mulai bulan ini. Mengingat, pemerintah sudah tidak lagi menerbitkan global bond hingga akhir tahun. Apalagi, kurs rupiah juga mulai tertekan, sehingga cadangan devisa bakal terpakai untuk operasi pasar menjaga stabilitas mata uang garuda.

Tekanan AS

Mulai akhir September lalu nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Kurs rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) hingga 20 September 2017 masih di bawah Rp 13.300 per dollar AS.

Belakangan kurs rupiah melemah dan mencapai titik terendah Rp 13.582 per dollar AS pada 3 Oktober 2017. Per 6 Oktober kurs rupiah di level Rp 13.485 per dollar AS turun 2 poin dari hari sebelumnya.

Gubernur BI Agus Martowardojo menyebut pelemahan rupiah wajar terjadi, karena mata uang negara lain juga mengalami hal serupa. Belakangan ini sentimen mata uang dollar AS menguat pasca usulan pemotongan pajak di AS serta kenaikan Fed Rate.

"Ini tidak perlu dikhawatirkan, karena fundamental ekonomi kita kuat, tahun ini defisit transaksi berjalan sekitar 1,5%-2% dari PDB (produk domestik bruto), cukup sehat," papar Agus.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebut, beban kerja BI menjaga stabilitas moneter mulai Oktober ini akan lebih berat dibandingkan bulan sebelumnya. Rencana kenaikan Fed Rate dan kabar positif dari AS bakal memperkuat dollar AS. Walhasil, biaya operasi moneter semakin besar, sehingga bisa mengurangi cadangan devisa.

"Sampai akhir tahun, cadangan devisa Indonesia sekitar US$ 125 miliar-US$ 130 miliar," jelas Josua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie