Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ceria di September. Pada bulan kesembilan 2016, indeks kembali berhasil menembus level 5.400, meski belum mengukir rekor tertinggi tahun ini yang tercipta Agustus lalu di posisi 5.461,45. Raihan indeks yang ciamik ini tentu berpotensi mengerek kinerja reksadana campuran. Dan, pilihan reksadana jenis itu bertambah dengan kehadiran Mega Dana Dinamis. Reksadana campuran racikan PT Mega Capital Investama ini meluncur pada 9 September lalu. Mega Dana Dinamis bakal menginvestasikan dana kelolaan pada efek bersifat ekuitas dan utang serta instrumen pasar uang. Untuk efek bersifat utang, pilihannya jatuh pada obligasi swasta, baik perusahaan dalam maupun luar negeri, dan surat utang Pemerintah RI.
Sedang investasi di pasar uang hanya mengalir ke instrumen-instrumen dalam negeri, yakni Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
certificate of deposit (CD), dan
negotiable certificate of deposit (NCB). Lalu, surat berharga pasar uang dalam mata uang rupiah, efek bersifat utang yang jatuh tempo tidak lebih dari satu tahun dengan peringkat minimal BBB, serta surat berharga komersial. Meski begitu, porsi saham akan mendominasi investasi Mega Dana Dinamis. Finny Fauzana,
Head of Investment Mega Investama, mengatakan, reksadana ini bakal agresif di saham, berkisar 60% sampai 70% dari total dana kelolaan. “Tapi itu tergantung pasarnya. Kalau
bullish bisa kami naikkan porsinya. Kalau
bearish yang obligasi dinaikkan,” katanya. Saham yang akan jadi pilihan investasi tim manajer investasi (MI) tersebut adalah sektor perbankan dan barang konsumsi. Sudah barang tentu, dengan tetap memperhatikan nilai serta fundamentalnya. Saham barang konsumsi masuk keranjang investasi Mega Dana Dinamis, menurut Finny, lantaran sektor ini yang paling mampu bertahan dalam kondisi apapun. Tertarik mengoleksi reksadana campuran besutan anak usaha PT Mega Capital Indonesia itu? Investasi awal Mega Dana Dinamis minimal Rp 100.000. Untuk investasi berikutnya juga sama, paling sedikit Rp 100.000. “Target dana kelolaan dari reksadana ini sebesar Rp 50 miliar hingga akhir tahun,” ungkap Finny. Angka tersebut memang terbilang masih sangat kecil sekali dibanding total target dana kelolaan Mega Investama tahun ini yang mencapai Rp 2,5 triliun. Sampai saat ini dana kelolaan MI yang masuk kelompok usaha CT Corp itu sudah sebesar Rp 1,7 triliun alias 68% dari target sepanjang 2016. Finny menuturkan, reksadana campuran ini cocok untuk investasi jangka panjang. Sebab, kinerjanya mengacu pada IHSG. Indeks biasanya baru akan terlihat pertumbuhannya pada 5 tahun–10 tahun. Untuk penjualan Mega Dana Dinamis, Mega Investama bakal mendapat bantuan dari agen penjual atau konsultan pemasaran. “Targetnya adalah investor yang merupakan nasabah-nasabah dari agen penjual atau
marketing kami,” ujar Finny. Biaya pembelian produk reksadana campuran yang mengantongi pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 31 Agustus lalu ini: maksimal 5% dari nilai transaksi pembelian unit penyertaan.
Idem ditto, biaya penjualan kembalinya juga maksimum 5% dari nilai transaksi penjualan kembali unit penyertaan. Mega Investama bakal melakukan penawaran umum atas unit penyertaan Mega Dana Dinamis secara terus menerus hingga 1 miliar unit penyertaan. Imbal hasil bisa 11% Sayang, Finny tak menyebutkan berapa target imbal hasil atawa
return Mega Dana Dinamis. Tapi, Wawan Hendrayana, Analis Infovesta Utama, memperkirakan, imbal hasil produk reksadana campuran ini bisa 8%–11% per tahun, tergantung dari saham dan obligasi yang jadi pilihan investasinya. Wawan memberi perincian, untuk imbal hasil saham saja sekitar 12%. Sedang untuk obligasi pemerintah, kalau beli sekarang dengan tenor 10 tahun, maka imbal hasilnya berkisar 7%. Untuk obligasi korporasi tergantung ratingnya. Melihat porsi investasi saham yang agresif, Wawan menyatakan, risiko yang akan dihadapi investor pemilik Mega Dana Dinamis tak akan jauh berbeda dengan reksadana saham. “Secara umum, dengan porsi saham 70%, masuknya reksadana campuran agresif. Kalau seperti itu, harus siap dengan volatilitas saham,” imbuh dia. Memang, saat ini pasar saham dan obligasi dalam kondisi cukup baik. Apalagi, ada dukungan positif dari program amnesti pajak atau
tax amnesty. Tapi untuk investasi di saham, Wawan mengingatkan, harus melihat rating dan fundamentalnya. Sebab, beberapa emiten sempat mengalami penurunan atau
downgrade valuasi. Untuk itu, dengan porsi investasi di saham yang besar, Wawan berpendapat, sebaiknya MI peracik Mega Dana Dinamis menyandingkan dengan obligasi korporasi. “Obligasi pemerintah bergerak cukup likuid, sama dengan saham. Kalau pilih obligasi korporasi yang pergerakannya kurang likuid, bisa menahan risiko,” ucap Wawan.
Meski begitu, proyeksi Wawan, peminat reksadana campuran dalam satu tahun ke depan masih di bawah reksadana saham dan reksadana pendapatan tetap. Tapi dari sisi imbal hasil, sebenarnya produk ini cukup menarik. Untuk reksadana campuran tipe konservatif, imbal hasil setahun ke depan diperkirakan 6%–8%. Untuk yang
balance, imbal hasilnya sekitar 7%–9%. Dan untuk yang agresif kayak Mega Dana Dinamis, imbali hasilnya 9%–11%. Mau yang mana? Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: S.S. Kurniawan