Reksadana dan unitlink terseret jatuh IHSG



JAKARTA. Sinyal bearish di pasar saham belum berakhir. Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), terpangkas 3,5% menjadi 4.609,95. Ini adalah penurunan harian terdalam sepanjang tahun 2013. Sebulan terakhir, IHSG sudah anjlok 9,64%.

Kejatuhan pasar saham turut menggerus return produk turunannya. Sebut saja reksadana saham dan unitlink berbasis saham.

Mengacu riset KONTAN, imbal hasil (return) bulanan sebagian besar produk reksadana saham "kebakaran", rata-rata di atas 5%. Ambil contoh, return reksadana Schroder 90 Plus Equity Fund, Senin (10/6), minus 6,48%. Untunglah, jika dihitung setahun terakhir, Schroder 90 Plus masih memberi imbal hasil 21,62%.


Produk unitlink juga demikian. Return bulanan sebagian besar unitlink berbasis saham merosot.

Parto Kawito, Direktur Infovesta Utama, berpendapat dalam jangka pendek IHSG masih bisa terkoreksi ke level 4.500. Kondisi domestik, seperti ketidakpastian harga BBM dan koreksi rupiah, membakar pasar saham.

Christian Hermawan, Direktur Sucorinvest Asset Management, menilai penurunan return reksadana saham hingga 10% terbilang wajar. Apalagi jika harga BBM benar-benar naik. Namun di tengah koreksi IHSG, pesona reksadana saham tak lantas hilang. Toh, indeks saham yang sempat di atas 5.000 dianggap terlalu cepat. "Target sudah tercapai empat bulan. Jadi wajar jika saat ini menurun," ujar dia.

Meski return saham turun, Sucorinvest belum akan mengocok ulang portofolio saham. Ini saat tepat untuk top up atau menambah unit penyertaan. "Kami pilih sektor jangka panjang, yakni saham blue chip," imbuh Christian.

Koreksi imbal hasil unitlink pun lumrah. Meski return turun, belum tentu pemilik unitlink menarik dana. Malah sebaliknya. "Pasar turun, biasanya nasabah menambah unit," kata Iwan Pasila, Chief Financial Officer AXA Mandiri Financial Services.

Risza Bambang, perencana keuangan Shildt Consulting, menyarankan nasabah jangan terburu-buru menambah penyertaan, meski ada kesempatan akumulasi. Penentuan harga unitlink tak sama dengan reksadana yang dapat menyajikan harga realtime.

Unitlink memakai harga bulanan, kadang dua mingguan. Jika pun ada perusahaan asuransi menyajikan data harian, tetap saja belum realtime.

Sedangkan pasar modal tak bisa diprediksi. "Jangan-jangan ketika menambah unitlink, harga sudah meningkat lagi," ujar Risza.

Jika ingin menambah penyertaan, jangan tergantung kondisi pasar. Lebih bijak mempertimbangkan kemampuan keuangan. Ketika memiliki dana lebih, nasabah sebaiknya belanja unitlink ketimbang untuk konsumtif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro