Reksadana obligasi memberi laba tertinggi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun lalu, reksadana berbasis obligasi atau reksadana pendapatan tetap menjadi produk yang paling banyak diterbitkan manajer investasi (MI). Hal ini tak mengherankan, karena kinerja reksadana pendapatan tetap cukup lumayan. Imbal hasil cukup tinggi akibat tren suku bunga mini yang diberlakukan Bank Indonesia (BI). 

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, dana kelolaan reksadana berdenominasi rupiah hingga akhir Desember lalu mencapai Rp 422 triliun. "Kalau reksadana pendapatan tetap dan proteksi dijumlahkan, sudah Rp 200 triliun sendiri, berarti setengahnya berisi produk reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi," jelas dia, Jumat (29/12). Jumlah tersebut belum ditambah dengan reksadana pasar uang dan campuran, yang juga beraset  dasar obligasi.

Presiden Direktur Pinnacle Investment Guntur Putra menambahkan, banyak MI yang merilis produk reksadana pendapatan tetap tahun lalu juga karena banyak permintaan dari institusi, khususnya asuransi dan dana pensiun. Mereka butuh instrumen untuk memenuhi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 1 tahun 2016. 


Dalam aturan tersebut, institusi tersebut harus berinvestasi di surat berharga negara (SBN) dengan porsi tertentu dari nilai aset. "Ini bisa dilakukan melalui reksadana berbasis SBN atau kepemilikan langsung," ujar Guntur. 

Selain itu, imbal hasil yang diberikan reksadana pendapatan tetap tergolong tinggi. Sepanjang tahun ini, rata-rata keuntungan reksadana pendapatan tetap mencapai 10%.  Sementara, rata-rata keuntungan reksadana saham hanya 8%. "Meski Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik 19,99% tetapi reksadana saham rata-rata hanya 8%, jadi tidak menarik secara return," kata Wawan.

Selain itu, strategi MI kurang optimal, sehingga hasil yang didapat tidak sejalan dengan kondisi pasar. Wawan menjelaskan, seharusnya fund manager mengubah strategi agar bisa menyamai posisi IHSG, bukan untuk mengalahkan indeks.

Tahun ini, Wawan memprediksi kinerja reksadana pendapatan tetap masih ciamik, dengan syarat tidak terjadi kenaikan suku bunga yang ekstrem. "Tahun 2018 suku bunga rendah, maka return reksadana pendapatan tetap berada di sekitar 6%-7%, masih di atas deposito dan masih menarik," kata Wawan. 

Tahun ini, reksadana exchange traded fund (ETF) juga bakal dilirik pasar. Mengingat pertumbuhannya cenderung lebih tinggi ketimbang reksadana saham dan dana kelolaannya pun masih kecil.

Guntur menambahkan, dari 280  total reksadana berbasis saham yang konvensional dan aktif, ternyata hanya ada 28 reksadana yang kinerjanya setara atau lebih tinggi dari indeks acuan. "Management fee reksadana saham cenderung lebih tinggi dari ETF atau reksadana indeks tapi kinerjanya di bawah indeks," kata Guntur. Oleh karena itu, karena banyak reksadana yang underperformed, investor diprediksi akan berbondong-bondong masuk ke ETF dan reksadana berbasis indeks.  

Wawan menganalisa di tahun ini reksadana saham akan mencatatkan kinerja 10%. Sementara reksadana campuran berkisar 8%. Selanjutnya, reksadana pendapatan tetap berkisar 6%-7% dan reksadana pasar uang berkisar 4%-5%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati