KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reksadana
offshore mencatatkan kinerja positif secara
year to date (YtD) meski pasar global tengah dihantui ketidakpastian akhir-akhir ini. Berdasarkan data Infovesta, lima reksadana
offshore memberikan
return di atas 5% hingga ada yang lebih dari 20%. Reksadana
offshore yang mencatatkan
return tertinggi secara sejak awal tahun hingga 26 Oktober 2023 adalah Batavia Technology Sharia Equity USD dengan
retun sebesar 21,57%. Disusul Bahana USD Global Sharia Equities sebesar 14,88% dan BNP Paribas Cakra Syariah USD Kelas RK1 sebesar 9,32%. Di peringkat keempat, ada Mandiri Global Sharia Equity Dollar Kelas A dengan
return sebesar 7,95%. Lalu peringkat kelima ditempati oleh Batavia Global ESG Sharia Equity USD yang menghasilkan
return 5,32% YtD.
Direktur Bahana TCW Investment Management Danica Adhitama mengatakan, kinerja reksadana
offshore yang dikelola Bahana TCW mencatatkan kinerja positif dan relatif baik. Per September 2023, Bahana USD Global Sharia Equities bahkan mencatatkan
return di atas 16% secara YtD.
Baca Juga: Hingga Kuartal III, Bahana TCW Catatkan Dana Kelolaan Reksadana Rp 47,25 Triliun Danica menjelaskan, reksadana ini berinvestasi di saham global, terutama yang memiliki eksposur besar di pasar Amerika Serikat (AS). "Pasalnya, saham AS mengungguli ekuitas negara lain dengan nilai yang signifikan," kata Danica saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (31/10). Di sisi lain, kinerja obligasi pemerintah AS alias US Treasury cenderung negatif tahun ini. Hal ini diikuti oleh kenaikan
yield tenor 10 tahun secara signifikan hingga sempat menembus 5%. Danica meyakini, prospek kinerja reksadana
offshore masih akan positif. Pasalnya, ada ekspektasi penurunan suku bunga pada tahun depan serta secara musiman, ada
santa claus rally di AS pada akhir tahun ini. Apalagi, sentimen
soft landing crisis di AS sudah
priced in.
Baca Juga: Menanti Kinerja Reksadana di Tahun Politik Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM) Eri Kusnadi menambahkan, reksadana
offshore yang dikelola perusahaannya menunjukkan kinerja yang cukup baik sejak awal tahun. Dua reksadana
offshore BPAM masuk dalam lima besar
return tertinggi secara YtD. Menurut Eri, reksadana dengan
underlying pasar AS serta sektor teknologi cenderung memberikan kinerja lebih baik. "Penempatan dana Batavia Technology Sharia Equity USD dengan
retun sebesar 21,57% secara YtD fokus di sektor teknologi dan lebih dari 85% di pasar AS," ucap Eri. Sementara itu, penempatan dana Batavia Global ESG Sharia Equity USD yang menghasilkan
return 5,32% YtD berada di AS sebesar 62%, sedangkan sisanya di Eropa, Kanada, dan Jepang. Tiga sektor terbesarnya adalah teknologi, kesehatan, dan energi.
Baca Juga: Investasi Asuransi Jiwa Harus Matching dengan Jangka Waktu Polis Nasabah Untuk melihat prospek reksadana
offshore ke depannya, Eri merasa perlu menunggu hasil pertemuan Federal Open Market Committe (FOMC) pekan ini untuk bisa memberikan gambaran lebih baik terkait kebijakan moneter The Fed. "Namun, pertumbuhan ekonomi AS yang di atas ekspektasi pada kuartal III-2023 sebenarnya memberikan gambaran situasi yang tidak buruk," ungkap Eri. Research Analyst PT Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani melihat, reksadana
offshore berbasis saham sempat mencatatkan kinerja negatif pada pekan lalu. Hal ini terjadi akibat meningkatnya risiko ketidakpastian akibat perang Israel-Hamas. Selain itu, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan Oktober 2023 sebesar 25 bps menjadi 6% dari 5,75%. Ini membuat gejolak di pasar sehingga beberapa hari berikutnya saham tertekan.
Baca Juga: MI Yakin Pasar Reksadana Tetap Positif Meski Tren Dana Kelolaan dalam Tren Menurun Selain itu, ada kenaikan
yield US Treasury akibat sentimen hawkish The Fed sehingga di membuat
yield SBN 10 tahun ikut naik. Ada juga hasil laporan keuangan perusahaan teknologi besar di AS yang di bawah ekspektasi pasar yang menciptakan persepsi bahwa kenaikan suku bunga dan level suku bunga tinggi saat ini mulai memberi dampak negatif ke bisnis dan laba mereka.
Namun, untuk ke depannya, Arjun melihat prospek reksadana
offshore masih positif berkat berbagai sentimen pendukung dari dalam negeri. Ekonomi Indonesia dinilai masih
resilient, terlepas dari nilai tukar yang melemah. Indikator makro-ekonomi pun kondusif. Mulai dari pertumbuhan ekonomi yang positif, inflasi yang makin rendah, daya beli dan pertumbuhan kredit yang masih tinggi, sektor manufaktur yang masih kuat, dan fundamental emiten
big caps di berbagai sektor yang masih solid. Ada juga potensi
window dressing di bulan Desember yang diharapkan akan mendorong IHSG sebelum akhir tahun. "Ini seharusnya akan mendorong reksadana saham
onshore maupun
offshore menjelang akhir tahun," kata Arjun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati