JAKARTA. Suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) terus terkerek naik. Lantas, bagaimana prospek reksadana pasar uang tahun ini? Bank Indonesia (BI) mencatat suku bunga JIBOR mengalami kenaikan saat memasuki September 2015. Suku bunga JIIBOR tenor satu bulan pada akhir Agustus 2015 berada dikisaran 7,10% naik menjadi 8,22% pada 11 Januari 2015. Demikian juga dengan tenor tiga bulan yang naik dari 7,54% menjadi 8,7% pada periode yang sama. Tenor enam bulan juga mengalami kenaikan dari 7,78% menjadi 8,87%. Serta tenor 12 bulan naik dari posisi 8% menjadi 9%.
Kendati demikian, Analis Infovesta Utama Mark Prawirodidjojo yakin kenaikan tersebut tidak akan berimbas terhadap kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate. BI rate ini yang nantinya akan mempengaruhi pergerakan suku bunga deposito sebagai aset dasar reksadana pasar uang. Mark justru memperkirakan BI rate tahun ini berpotensi turun lantaran rendahnya inflasi di 2015. "Rendahnya inflasi di 2015 menyebabkan
spread antara inflasi dan BI rate cukup besar sehingga BI rate berpeluang turun," ujar Mark, Jakarta, Senin (11/1). Namun di sisi lain, saat ini volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) masih tinggi. Penurunan BI rate diperkirakan justru akan memicu meningkatnya volatilitas nilai tukar. "Sehingga membuat BI cenderung mempertahankan suku bunga acuannya. Kami perkirakan BI rate tahun ini tetap di level 7,5%," ujar Mark. Kurs tengah Bank Indonesia rupiah terhadap dollar AS sempat menguat pada Jumat (8/1) ke level Rp 13.874 per dollar AS dibandingkan perdangangan Kamis (7/1) di level Rp 13.946 per dollar AS. Namun, memasuki awal pekan di Senin (11/1) kembali melemah ke Rp 13.935 per dollar AS. Dengan prediksi tersebut, Mark memperkirakan, rata-rata return reksadana pasar uang akan berkisar 6% hingga 7% tahun ini. Senada, Head of Operation dan Business Development Panin Asset Management Rudiyanto memperkirakan BI rate tahun ini akan turun atau tetap berada di level 7,5%. Dengan demikian, dia memperkirakan return reksadana pasar uang tahun ini tak akan berbeda jauh apabila dibandingkan dengan tahun lalu. "Return reksadana pasar uang tahun ini bisa berkisar 5% hingga 6%," kata Rudiyato. Namun, investasi di reksadana pasar uang akan tetap menarik karena lebih likuid atau mudah dicairkan apabila dibandingkan dengan deposito. Investor juga tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam karena bisa berinvestasi dengan minimal dana Rp 250.000. Berbeda dengan deposito yang harus memiliki dana besar untuk memperoleh suku bunga menarik. "Investasi di reksadana pasar uang ibarat memperoleh bunga deposito berjangka namun dengan fasilitas deposito
on call," tutur Rudiyanto. Tahun ini, Rudiyanto mengaku akan menerapkan strategi memperbanyak porsi deposito untuk aset dasar reksadana pasar uang kelolaannya. Strategi tersebut diterapkan karena masih kecilnya dana kelolaan produk tersebut. "Tahun ini belum ada produk reksadana pasar uang baru, kami akan fokus dengan yang sudah ada," kata dia. Tahun lalu berkinerja positif Reksadana pasar uang bisa menjadi altarnatif investasi saat pasar modal mengalami tekanan. Buktinya, reksadana ini berkinerja positif 6,44% sepanjang 2015. Return tersebut lebih baik dibandingkan rata-rata reksadana saham yang berkinerja minus 14,54% atau rata-rata reksadana campuran yang minus 7,07%. Reksadana pendapatan tetap sepanjang 2015 juga hanya mampu membagikan rata-rata return 3%.
"Di tahun 2015, reksadana pasar uang memberikan kinerja terbaik dibandingkan reksadana jenis lainnya," kata Mark. Menurut Mark, moncernya kinerja reksadana pasar uang karena produk ini bersifat defensif. Di mana, mayoritas portfolio berisi deposito yang memberikan return positif dan obligasi dengan tenor dibawah satu tahun yang memiliki pergerakan harga yang lebih stabil. "Hal ini mendorong unggulnya kinerja dikala kondisi pasar saham dan obligasi sedang bergejolak," kata Mark. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie