Reksadana Pasar Uang Masih Catat Kinerja Positif, Ini Penopangnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri reksadana mengalami tekanan selama bulan Oktober 2023. Hanya produk-produk reksadana pasar uang yang mampu memberikan imbal hasil positif.

Riset Infovesta menunjukkan bahwa performa Kumpulan produk reksadana pasar uang mencatatkan pertumbuhan tipis selama Oktober 2023 yang tercermin dari Infovesta 90 Money Market Fund Index catatkan return 0,33% MoM. Sementara, indeks produk reksadana pendapatan tetap mengalami koreksi 0,65% MoM, indeks reksadana campuran koreksi 2,45% MoM dan reksadana saham catatkan return minus sekitar 4,11%MoM.

Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menilai, kinerja kelas aset reksadana pasar uang dan reksadana pendapatan tetap masih cukup bagus di bulan lalu. Apalagi, reksadana yang memiliki porsi aset lebih besar pada obligasi korporasi.


“Ini wajar karena kalau kita lihat yield pemerintah kompak naik karena ketidakpastian global,” kata Arjun kepada Kontan.co.id, Jumat (3/11).

Baca Juga: Emas Lebih Bersinar saat Aset Saham dan Surat Utang Terkoreksi di Bulan Oktober

Menurut Arjun, utamanya tekanan pada industri reksadana berasal dari sentimen hawkish The Fed yang mendorong kenaikan yield SUN 10 Tahun, serta obligasi bermacam tenor. Seperti diketahui bahwa The Fed telah lama menggaungkan kenaikan suku bunga di bulan November, meski pada akhirnya menahan suku bunga acuan.

Oleh karena itu, Arjun berujar, sikap hawkish Bank Sentral Amerika Serikat (AS) itu menyebabkan obligasi pemerintah tertekan. Kinerja pasar saham yang diwakilkan oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga mengalami penurunan sekitar 2,7% MoM yang berimplikasi pada koreksi produk-produk reksadana saham.

“Tema yang sama berlaku kalau melihat performa sejak awal tahun. Bisa dibilang karena volatilitas pasar tinggi di tengah ketidakpastian global yang membuat aset kelas tradisional seperti saham tertekan,” imbuh Arjun.

Presiden dan CEO PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra turut mengamati, adanya ketidakpastian di pasar global yang mempengaruhi performa reksadana saham. Serta, tekanan datang dari perkembangan geopolitik dan fundamental perekonomian makro secara keseluruhan.

Sementara di pasar obligasi, kenaikan yield obligasi dapat mempengaruhi kinerja reksadana pendapatan tetap. Hal-hal seperti tingkat suku bunga, kebijakan bank sentral, dan perkembangan ekonomi global juga memainkan peran penting

“Dalam kondisi seperti ini, para investor cenderung mencari perlindungan di reksadana pasar uang yang sering dianggap sebagai aset aman,” jelas Guntur saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (3/11).

Baca Juga: Kenaikan Suku Bunga BI dan Inflasi yang Stabil Kerek Real Yield Obligasi Indonesia

Ke depannya, Guntur mencermati bahwa reksadana saham bisa menjadi pilihan menarik terutama produk dengan portofolio saham-saham dengan fundamental yang kuat dan kinerja berpotensi tumbuh. Hal tersebut seiring dengan penahanan suku bunga oleh The Fed dan kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI).

Reksadana pendapatan tetap juga dianggap cukup menarik di level saat ini dengan potensi upside untuk berinvestasi di Reksadana berbasis obligasi, terutama di level tingkat suku bunga sekarang pada level 6%.

“Tentunya semua balik lagi dari pertimbangan profil risiko dan tujuan investasi masing-masing investor,” pungkas Guntur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi