KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah dana kelolaan atau
Asset Under Management (AUM) industri reksadana pasar uang mengalami kenaikan pada bulan Juli 2022. Menurut data pasardana di bulan Juli 2022, AUM reksadana pasar uang saat ini naik 1,43% menjadi Rp 100 triliun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp 99 triliun. Sementara unit penyertaan juga turut naik dari sebelumnya Rp 66 triliun menjadi Rp 67 triliun.
Head of Fixed Income Avrist Asset Management, Zaki Aulia, mengatakan bila dilihat kenaikan reksadana pasar uang disebabkan oleh likuiditas yang tinggi dan belum optimalnya penyaluran kredit.
"Selain itu, ketidakpastian global dan juga inflasi yang tinggi serta reaksi bank sentral AS menyebabkan investor cenderung mengambil posisi durasi investasi yang pendek untuk portofolio mereka, salah satunya melalui reksadana pasar uang," ujar Zaki kepada Kontan.co.id, Kamis (18/8).
Baca Juga: Kinerja Positif, AUM Reksadana Pendapatan Tetap Meningkat Menurut Zaki, reksadana pasar uang ke depannya masih cukup menarik karena reksadana pasar uang bisa dijadikan alternatif investasi di saat pasar saham dan obligasi sedang mengalami
sideways dan penuh ketidakpastian. Reksadana pasar uang masih mampu memberikan imbal hasil yang relatif menarik terutama bila dibandingkan dengan imbal hasil di deposito ataupun giro Menurut Zaki, imbal hasil pasar uang ke depannya masih berada di kisaran 3% - 4%. Zaki mengatakan selama bulan Juli, secara rata-rata reksadana pasar uang di
market berada di kisaran 0,19%. Sebagai perbandingan, reksadana Avrist Ada Kas Mutiara selama bulan Juli mampu memberikan imbal hasil sebesar 0,30%. "Hasil ini didapat dengan strategi pengelolaan kas yang efektif, dan pengalokasian aset antara deposito dengan obligasi korporasi pasar uang yang mampu memberikan yield relatif lebih menarik," tutur Zaki.
Baca Juga: Mengintip Peluang Reksadana Pendapatan Tetap di Tengah Perbaikan Pasar Obligasi Zaki mengatakan sentimen yang dapat mendukung pengelolaan reksadana pasar uang antara lain tingkat suku bunga. Apabila suku bunga naik, maka efeknya juga akan positif bagi imbal hasil reksadana pasar uang. Sementara faktor yang menghambat antara lain apabila penyaluran kredit membaik, maka likuiditas di market akan semakin ketat, sehingga memberikan efek negatif pada reksadana pasar uang. Zaki mengatakan prospek kelolaan reksa dana masih berpeluang tumbuh cukup tinggi ke depannya, seiring dengan pemulihan ekonomi yang terus berlanjut dan semakin tingginya literasi terhadap investasi, Investor bisa menginvestasikan dananya ke reksadana saham di tengah iklim naiknya suku bunga serta potensi naiknya inflasi.
Baca Juga: Dana Kelolaan Industri Reksadana Turun Jadi Rp 543,49 Triliun di Juli 2022 "Bagi investor yang memiliki profil risiko menengah ke bawah, dapat masuk ke reksadana pendapatan tetap dan pasar uang," tuturnya.
Menurut Zaki masih ada peluang untuk asing masuk kembali ke pasar obligasi Indonesia, terutama seiring meredanya kekhawatiran terhadap inflasi AS yang diyakini oleh beberapa analis telah mencapai puncaknya. Dengan berkurangnya tekanan akibat kebijakan bank sentral global, maka dapat menyebabkan asing mulai menambahkan eksposur kembali ke pasar obligasi Asia, termasuk Indonesia. "Dalam kondisi saat ini, strategi yang sesuai dalam melakukan investasi di reksadana adalah dengan melakukan alokasi aset antara reksadana pendapatan tetap yang memiliki portofolio korporasi dan obligasi pemerintah berdurasi menengah dengan reksadana pasar uang," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli