KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Reksadana pendapatan tetap layak jadi pilihan saat pasar masih bergerak fluktuatif. Investasi ini cocok bagi investor yang mencari pertumbuhan imbal hasil optimal untuk jangka panjang. Kinerja reksadana pendapatan tetap sudah teruji sejak tahun lalu. Berdasarkan riset Infovesta, indeks yang mengukur kinerja reksadana pendapatan tetap mencatatkan imbal hasil tertinggi sebesar 4,73% selama tahun 2023. Di sepanjang tahun hingga akhir Mei 2024, reksadana pendapatan tetap masih pertahankan kinerja imbal hasil positif sebesar 0,83% YtD. Imbal hasil atau
return ini hanya kalah dari indeks reksadana pasar uang sebesar 1,93% YtD, sementara reksadana saham campuran dan reksadana saham terkoreksi sekitar 2,23% YtD dan 8,26% YtD.
Dari berbagai kumpulan produk pendapatan tetap yang menyokong pertumbuhan indeks, Trimegah Dana Tetap Syariah merupakan salah satunya dengan pertumbuhan
return sekitar 3,34% YtD. Produk tersebut kelolaan Manajer Investasi (MI), PT Trimegah Asset Management.
Baca Juga: Reksadana Pendapatan Tetap Manulife Aset Berkinerja Mantap di Bulan Mei 2024 Head of Fixed Income Trimegah Asset Management, Darma Yudha, mengungkapkan bahwa Trimegah AM dalam pengelolaan reksadana pendapatan tetap memang saat ini dititikberatkan pada aset surat utang terutama surat utang korporasi. Hal itu karena surat utang korporasi dapat meredam volatilitas yang diperkirakan masih akan berlanjut. Darma menjelaskan, periode ketidakpastian diperpanjang seiring The Fed masih bersikap hawkish untuk pertahankan suku bunga acuan di level tinggi. Padahal, pelaku pasar sebelumnya banyak berekspektasi bank sentral Amerika Serikat (AS) itu bakal memangkas suku bunga lebih cepat seiring inflasi telah melandai dan data tenaga kerja yang solid. Seperti diketahui, The Fed masih mempertahankan suku bunga stabil di 5,25%-5,50% di pertemuan bulan Juni, Rabu (12/6). The Fed juga mengumumkan hanya akan memangkas suku bunga satu kali saja, berubah dari sebelumnya target tiga kali pemangkasan untuk tahun 2024. Dari internal, ketidakpastian membayangi karena investor masih mencermati kondisi fiskal Indonesia selama masa transisi pemerintahan baru. Narasi fiskal bakal dilebarkan semestinya akan bertranslasi ke pertumbuhan ekonomi, tetapi ini baru akan terlihat apabila benar diterapkan.
Baca Juga: Rupiah Ambruk Posisi Paling Lemah Sejak April 2020 “Jadi kalau kami melihat volatilitas masih akan berlanjut dan akan
overweight di
corporate bonds daripada
goverment bond,” kata Darma saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (14/6). Darma bilang, pemilihan surat utang korporasi itu pada tenor pendek 3 tahun karena menilai selisih (spread) terhadap surat utang pemerintah masih menarik. Di samping itu, faktor likuiditas menjadi pertimbangan karena tenor panjang kurang begitu bagus dan sesuai dengan target durasi produk. Sementara itu, surat utang pemerintah jauh lebih sensitif terhadap perubahan arah suku bunga. Dengan asumsi The Fed hanya pangkas bunga satu kali saja di Desember 2024, Trimegah AM memproyeksi Yield SUN 10Y akan bergerak flat dengan kecenderungan menguat pada kisaran 6,75% di akhir tahun 2024.
Baca Juga: Reksadana Saham Merana, Nasibnya Menanti Inflow Asing “Kami masih cukup konservatif lihat perkembangan lebih lanjut dalam negeri dan global yang belum pasti. Dari global, konflik geopolitik bisa sebabkan inflasi naik seiring kenaikan harga komoditas dan berefek bagi keputusan the Fed. Dari dalam negeri masih menunggu kepastian dari sisi fiskal selama transisi pemerintahan baru,” tutur Darma.
Adapun terkhusus produk Trimegah Dana Tetap Syariah portofolionya sekitar 90% pada surat utang korporasi, sedangkan sisanya 5-6% di surat utang pemerintah syariah bertenor di bawah 5 tahun. Produk ini mengutamakan stabilitas dalam pengelolaannya dan tetap berhati-hati dalam memilih surat utang korporasi dari perusahaan ataupun sektor tertentu. Darma menyebutkan, kinerja imbal hasil Trimegah Dana Tetap Syariah biasanya sekitar 5,5% - 6,5% per tahun. Tahun ini juga diharapkan kinerja masih bertumbuh seiring aset kelas obligasi bergerak tidak terlalu
volatile. “Kami masih melihat aset obligasi dan pasar uang akan cukup menjanjikan karena tidak terlalu terekspos dari sisi volatilitas,” pungkas Darma. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati