KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana saham pada kuartal I 2023 tercatat tak mulus. Berdasarkan data Infovesta, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kuartal I 2023 tercatat negatif, yaitu -0,66%. Hal itu membuat kinerja reksadana saham pada kuartal I 2023 juga tercatat negatif, yaitu -0,60%. Kinerja reksadana saham pada bulan Maret 2023 juga tercatat -0,27%. Meskipun begitu, ada beberapa manajer investas (MI) yang produk reksadana sahamnya mencatatkan pertumbuhan di kuartal I 2023.
Produk Schroders Indonesia berhasil mencatatkan dua produk di 10 besar reksadana saham dengan kinerja tertinggi di kuartal I 2023. Kedua produk itu adalah Schroder Indo Equity Fund yang naik 3,03% dan Schroder Dana Prestasi Prima yang naik 2,97% di kuartal I 2023. Investment Specialist Schroders Indonesia Rizky Hidayat mengatakan, pasar saham terkoreksi di bulan Maret 2023 disebabkan dua hal.
Baca Juga: IHSG Terkoreksi, Manajer Investasi Mulai Menyerok Saham Murah Pertama, pernyataan The Fed di akhir bulan Februari 2023 yang mengindikasikan masih dibutuhkannya kenaikan suku bunga acuan untuk meredam inflasi di Amerika Serikat (AS). Kedua, krisis perbankan global yang disebabkan oleh runtuhnya Silicon Valley Bank (SVB) dan juga Credit Suisse. “Kedua hal itu menyebabkan krisis kepercayaan investor dan menjadi sentimen negatif ke pasar saham,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (5/4). Namun, Rizky melihat, pasar saham Indonesia sudah kembali menguat di paruh kedua bulan Maret 2023. “Sebab, fundamental Indonesia yang masih kuat dan perbankan Indonesia yang cenderung tidak terpengaruhi oleh krisis perbankan di Amerika Serikat (AS) dan Eropa,” ungkapnya. Rizky mengatakan, secara strategi, pihaknya sudah memposisikan diri untuk lebih defensif sejak akhir tahun 2022. Menurut Rizky, Schroders sudah melakukan pemilihan saham dan sektor yang difokuskan untuk menghadapi volatilitas pasar saham di kuartal I 2023. “Kami mengimplementasikan strategi barbel antara saham-saham defensif dan cylical, di mana mereka menilai faktor fundamental Indonesia masih cenderung sehat, meskipun masih tetap menerima sentimen negatif dari pengaruh pasar global,” katanya.
Baca Juga: Schroders Indonesia Rilis Studi tentang Cara Investor Hadapi Kondisi Sulit Rizky mengungkapkan, Schroders Indonesia memilih sektor perbankan sebagai proxy untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia serta aliran dana asing. Sementara, untuk posisi
defensif, Schroders Indonesia memilih sektor
consumer dan kesehatan. Schroders Indonesia berekspektasi bahwa sektor
consumer akan menunjukkan perbaikan margin, karena penurunan harga komoditas dan kenaikan harga jual. “Sektor kesehatan juga dikatakan lebih defensif menghadapi kenaikan inflasi ataupun suku bunga acuan,” ungkapnya. Rizky mengatakan, fundamental saham masih cukup baik dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indoensia dikisaran 5%, berdasarkan data dari pemerintah ataupun IMF.
Bloomberg Consensus, kata Rizky, juga masih menunjukan pertumbuhan laba emiten yang double digit di tahun 2023, selain dari sektor komoditas yang memang mengalami pelemahan karena normalisasi harga komoditas. Valuasi saham di Indonesia ada di sekitar 13x P/E juga masih murah dibandingkan historical di 15x - 16x P/E, sehingga masih ada potensi kenaikan.
“Selain itu, potensi upside juga akan terjadi di IHSG, mengingat tingkat IHSG masih di bawah level tertingginya di kisaran 7300,” paparnya. Namun, faktor global, seperti kebijakan The Fed, potensi pelemahan ekonomi AS, geopolitik, dan krisis perbankan, masih dapat menjadi noise yang menggoyang pasar saham. “Sehingga, investor disarankan untuk memperhatikan tingkat toleransi risiko masing-masing serta jangka waktu investasi mereka,” kata Rizky. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto