Reksadana syariah belum merekah



JAKARTA. Perkembangan industri reksadana syariah pada semester pertama tahun 2014 belum cukup menggembirakan. Dana kelolaan turun karena sejumlah produk reksadana dibubarkan. Sedangkan peluncuran produk baru sangat minim.Mengutip data situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total komposisi nilai aktiva bersih (NAB) atau dana kelolaan reksadana berbasis syariah per 23 Juni 2014 sebesar Rp 8,77 triliun, turun 6,99% dibandingkan akhir 2013 yang sebesar Rp 9,43 triliun. Padahal pada periode sama, total dana kelolaan reksadana bisa tumbuh 3,8%. Dana kelolaan reksadana syariah sendiri  setara 4,38% dari seluruh dana kelolaan reksadana.Direktur Pengelolaan Investasi OJK, Fakhri Hilmi mengungkapkan, ada beberapa hal yang menyebabkan nilai dana kelolaan reksadana syariah turun. Pertama, penurunan nilai efek saham dan obligasi yang menjadi aset dasar reksadana syariah.Kedua, ada produk reksadana syariah yang sudah jatuh tempo dan produk yang nilainya di bawah Rp 25 miliar. "Sehingga kami bubarkan," ujar Fakhri. Hingga akhir Maret 2014 saja, terdapat empat produk reksadana syariah yang efektif bubar yaitu Mandiri Saham Syariah Atraktif, Mandiri Komoditas Syariah Plus, Mega Dana Syariah dan Danareksa Proteksi Melati Optima Syariah. Fakhri menilai penurunan dana kelolan reksadana syariah bukan akibat minimnya minat investor terhadap produk ini. Mengutip data situs resmi PT Infovesta Utama per 23 Juni 2014, saat ini terdapat 60 produk reksadana berbasis syariah. Dari jumlah itu, Mandiri Protected Dynamic Syariah I menjadi produk reksadana syariah dengan imbal hasil (return) bulanan tertinggi sebesar 1,12%. Sedangkan produk Mega Asset Madania Syariah mencatat return terendah yaitu minus 4,34%.Minat investorSenior Portofolio Manager BNI Asset Management, Hanif Mantiq menilai, penurunan dana kelolaan reksadana syariah disebabkan oleh penurunan nilai aset dasarnya. "Kinerja Jakarta Islamic Index (JII) misalnya, lebih kecil dibandingkan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak awal tahun 2014," ujar Hanif.Selain itu, tahun ini saham sektor keuangan naik cukup tinggi. Per 23 Juni 2014, sektor keuangan naik 18,96% year to date (ytd). Ini merupakan kenaikan tertinggi setelah sektor properti yang mencapai 20,73%. "Lantaran reksadana syariah tidak bisa masuk ke sektor keuangan, maka kinerjanya tertinggal bahkan cenderung turun dibanding dengan reksadana konvensional," ujar Hanif.  Menurutnya, ini berdampak pada penurunan minat sebagian investor yang mengejar return tinggi. Selain itu, penerbitan sukuk korporasi juga minim sepanjang tahun 2014. "Walhasil, aset dasar reksadana syariah semakin terbatas," kata Hanif.Kendati demikian, Hanif masih optimistis reksadana syariah  berprospek baik. Menurutnya, jika kinerja sektor keuangan terkoreksi, investor bisa saja mengalihkan dananya dari reksadana konvensional ke reksadana syariah. Hal ini juga berlaku jika para emiten lebih giat menerbitkan sukuk korporasi pada sisa 2014 ini.Pengamat pasar modal, Rudiyanto bilang, penurunan dana kelolaan reksadana syariah lebih disebabkan pembubaran reksadana. Selain itu , sebagian investor merealisasikan keuntungan. Terlihat dari dana kelolaan reksadana terproteksi syariah akhir tahun 2013 sebesar Rp 1,46 triliun. Nilai ini menyusut 24,65% pada akhir Mei 2014 menjadi Rp 1,1 triliun. Selain itu ada penyusutan nilai reksadana indeks syariah dari Rp 320 miliar menjadi Rp 158 miliar. "Saya menduga sebagian investor telah merealisasikan keuntungan," ungkap Rudiyanto. Dia tetap optimistis, dana kelolaan reksadana syariah khususnya jenis saham bisa meningkat pasca pemilihan presiden nanti. Namun investor harus mewaspadai kinerja reksadana pendapatan tetap syariah karena minimnya sukuk korporasi baru yang bisa dijadikan aset dasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Sofyan Hidayat