Reksadana syariah tertekan lebih besar



JAKARTA. Tekanan pasar modal menyeret kinerja reksadana saham syariah. Bahkan, produk ini tertekan lebih dalam dibandingkan reksadana konvensional.

Infovesta Utama mencatat rata-rata kinerja reksadana saham syariah minus 18,48% secara year to date (YTD) Agustus 2015.

Nilai tersebut tertinggal dibandingkan rata-rata kinerja seluruh reksadana saham yang minus 17,56%.


Analis Infovesta Utama Viliawati mengatakan tekanan tersebut dipicu oleh indeks saham syariah Indonesia (ISSI) yang tercatat minus 15,61% secara YTD atau lebih dalam dibandingkan IHSG yang hanya terkoreksi 13,72% pada periode yang sama.

"Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh pergerakan portfolio saham yang dipegang oleh reksadana saham syariah turun lebih dalam dibandingkan dengan reksadana konvensional," ujar Vilia, Jakarta, Rabu (2/9).

Sedangkan Vice President Investment Quant Kapital Investama Hans Kwee mengatakan IHSG lebih bertahan ditopang oleh kinerja saham perbankan.

"Saham perbankan tak turun terlalu dalam ketika pasar turun," ujar Hans.

Sejumlah reksadana saham syariah mencatat kinerja di bawah reksadana konvensional.

Sucorinvest Sharia Equity Fund, misalnya yang mencatat minus 25,94%. Kinerja tersebut di bawah reksadana saham konvensional milik perusahaan bernama Sucorivest Equity Fund yang minus 18,49% ataupun Sucorinvest Maxi Fund yang minus 22,38%.

Investment Director PT Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana mengatakan tekanan reksadana syariah kelolaannya disebabkan oleh banyaknya saham-saham komoditas dalam aset dasar.

Saham tersebut mengalami penurunan akibat turunnya harga komoditas.

"Ekspektasi pelemahan rupiah tidak dikompensasi dengan harga CPO (crude palm oil) dan coal yang turun dalam," ujar Jemmy.

Kendati demikian, dia optimistis saham komoditas bakal kembali menarik.

Analisis Jemmy, harga komoditas sudah menemukan bottom. "Sebab, harga minyak kembali menguat akhir-akhir ini," kata dia

Demikian juga dengan reksadana saham syariah kelolaan Samuel Aset Manajemen (SAM), yakni SAM Sharia Equity Fund yang tertekan sebesar minus 28,13% dibandingkan reksadana saham konvensional SAM Indonesian Equity Fund yang minus 27,43%.

Menilik fund factsheet SAM SHaria Equity Fund Juli 2015, produk ini menggenggam pasar uang sekitar 15,53% dan saham sekitar 84,47%.

Saham yang digenggam antara lain, Pembangunan Perumahan Persero, Kimia Farma Persero, Alam Sutera Realty serta Kawasan Industri Jababeka.

Tetap Investasi Sesuai Profil Risiko

Jemmy memperkirakan kinerja reksadana saham syariah akan tertinggal dibandingkan konvensional sepanjang tahun ini.

Penyebabnya, sektor properti dan komoditas yang menjadi aset dasar reksadana saham syariah masih akan tertekan akibat harga komoditas dan lesunya ekonomi.

Di sisi lain, reksadana konvensional banyak mengoleksi saham perbankan.

Saham ini telah tertekan cukup banyak sehingga memiliki valuasi yang murah.

"Dengan demikian, potensi rebound sampai akhir tahun akan lebih besar untuk saham konvensional," ujar dia.

Namun, Head of Operation dan Business Development PT Panin Asset Management Rudiyanto yakin rata-rata kinerja reksadana syariah tidak akan jauh berbeda dibandingkan reksadana konvensional di akhir tahun.

"Saat ini selisihnya hanya tipis, sehingga bisa berganti-gantian menang kalah antara reksadana syariah dan konvensional," ujar dia.

Menurut Vilia, investor reksadana syariah tidak perlu panik dan tetap berinvestasi sesuai profil risiko serta jangka waktu investasi.

Untuk investor dengan profil risiko agresif bisa masuk ke reksadana saham syariah, indeks syariah, exchange traded fund (ETF) syariah ataupun campuran syariah yang memiliki mayoritas aset dasar di saham.

Sedangkan untuk investor dengan profil risiko moderat bisa masuk ke pendapatan tetap syariah ataupun campuran syariah.

Dan untuk investor dengan profil konservatif bisa ke reksadana syariah pasar uang ataupun pendapatan tetap syariah.

"Meskipun demikian, perlu disesuaikan dengan kebutuhan dana dan jangka waktu. Misalkan berprofil agresif namun apabila kebutuhan dana hanya sebentar, maka reksadana saham terlalu berisiko," papar Vilia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto