Reksadana yang stabil saat pasar saham labil



Jelang tutup tahun 2016, pasar reksadana campuran di tanah air justru semakin semarak. Produk-produk baru reksadana gado-gado ini terus bermunculan di pasar.

Salah satunya, Reksadana Lautandhana Optima Balances Fund. Reksadana campuran besutan PT Lautandhana Investment Management ini meluncur 22 Desember lalu.

Pasar yang ketika itu kurang bersahabat untuk reksadana saham jadi salah satu alasan manajer investasi mengeluarkan reksadana campuran. “Jadi, kalau kami keluarkan reksadana saham, semua investor takut return-nya bisa jatuh dan kurang stabil,” kata Anita Wijaya, Product and Compliance Lautandhana Management.


Itu sebabnya, Lautandhana Management merilis reksadana berbasis saham, obligasi, dan deposito. “Jadi, return dari portofolio investasi lebih stabil. Kalau saham lagi jelek, kami bisa beli lebih banyak obligasi. Kalau obligasi jelek, bisa ke deposito,” beber Anita.

Untuk memaksimalkan imbal hasil produk reksadana campuran teranyarnya, Lautandhana Management menerapkan kebijakan investasi dengan komposisi minimal 5% hingga maksimal 79% ke efek bersifat ekuitas. 

Lalu, 1%–75% ke efek bersifat utang yang diterbitkan Pemerintah RI dan korporasi berbadan hukum Indonesia, dan 20%–79% ke instrumen pasar uang dalam negeri.

Hanya, saat ini manajer investasi yang berdiri 2005 lalu tersebut lebih banyak menempatkan dana kelolaan Lautandhana Optima Balances Fund ke surat berharga negara (SBN). Porsinya mencapai 60%–70%.

Sisanya yang 30%–40% masuk ke deposito. “Menjelang liburan akhir tahun, kinerja yang stabil ada di SBN, dan kami memilih tenor sedang (lima tahun–tujuh tahun),” ungkap Anita. Sementara kinerja saham mendekati tutup tahun kurang stabil.

Untuk deposito, Lautandhana Management tidak menetapkan jangka waktu jatuh temponya. Yang jelas, anak usaha Lautandhana Securindo ini menaruh dana kelolaan Reksadana Lautandhana Optima Balances Fund di deposito bank pemerintah dan swasta terkenal serta memiliki rating khusus.

edang untuk obligasi swasta, mereka memilih surat utang dengan rating minimal BBB+.

Tapi, jika pasar saham tiba-tiba bullish jelang akhir tahun, Anita mengatakan, perusahaannya akan menarik sebagian dana kelolaan reksadana campuran yang mendapat pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 8 November lalu itu dari obligasi dan deposito, kemudian dipindahkan ke saham.

“Kami akan masuk ke saham sektor consumer goods dan emiten yang menikmati berkah libur panjang akhir tahun seperti PT Jasa Marga Tbk (JSMR),” ujarnya.

Dengan strategi investasi tersebut, menurut Anita, tipe Reksadana Lautandhana Optima Balances Fund ada di tengah-tengah. “Kalau dari skala 1 sampai 10, kami ada di 6–7. Jadi, tidak terlalu agresif,” ucap Anita yang menolak menyebutkan target imbal hasil produknya, dengan alasan ada larangan dari OJK untuk memasang target angka return reksadana.

Yang jelas, Lautandhana Management memasang target dana kelolaan hingga tahun depan sebesar Rp 100 miliar.  Dan, mereka sudah mengantongi dana kelolaan awal sekitar Rp 10 miliar–20 miliar.

Bagi yang berminat, siapkan investasi awal minimal sebesar Rp 100 juta. Untuk investasi berikutnya, cukup dengan merogoh kocek sedikitnya Rp 10 juta.

Biaya pembelian produk reksadana ini maksimal 2% dari nilai aktiva bersih (NAB). Tapi, “Nanti kami kasih diskon untuk pembelian dalam beberapa bulan ke depan,” janji Anita.

Kemudian, biaya penjualan kembali bagi yang memegang produk reksadana ini kurang dari satu tahun adalah maksimal 1%. Namun, buat yang mengempit lebih dari satu tahun tidak ada biaya sama sekali alias gratis.

Biaya pengelolaan sampai Maret 2017 karena masih masa promosi hanya dipungut 0,6% dan biaya kustodian 0,12%. “Reksadana ini untuk investor ritel tapi tidak menutup kemungkinan bagi investor institusi,” tambah Anita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan